Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. PDI Perjuangan menuding KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) yang berbeda atau 'OTT gaya baru'. Apa maksudnya?
"Kami masih terhenyak dengan OTT gaya baru," ujar Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno kepada wartawan, Jumat (8/6).
OTT yang dimaksud Hendrawan yaitu yang baru-baru ini dilancarkan KPK di Blitar dan Tulungagung. Menurut Hendrawan, OTT yang dilakukan KPK itu dilakukan secara tidak langsung.
"Yaitu OTT melalui orang lain atau OTT tidak langsung. Bila begini, semua orang potensial jadi target OTT. Atau setiap orang yang punya uang kas di kantor atau rumah, bisa dikerjain OTT, bisa jadi target politisasi," sebutnya.
Menurut Hendrawan, OTT semacam ini rawan politisasi. Hendrawan mengatakan PDIP sedang mendalami kasus OTT terhadap kader-kadernya sebab dalam 3 hari terakhir kemarin OTT yang dilakukan menjerat 3 kader PDIP.
"OTT gaya baru ini rawan dimanfaatkan untuk kepentingan politik. Terhadap kader-kader yang terkena OTT ini sedang kami pelajari secara seksama kasusnya," ucap Hendrawan.
Meski demikian, Hendrawan mengimbau kepada seluruh kader PDIP untuk taat hukum.
"Kami selalu memerintahkan kader untuk taat hukum dan tunduk pada peraturan perundang-undangan," ucap Hendrawan.
KPK menetapkan 2 kepala daerah itu Wali Kota Blitar 2016-2021 M Samanhudi Anwar dan Bupati Tulungagung periode 2013-2018 Syahri Mulyo sebagai tersangka. Keduanya diduga menerima suap dari seorang kontraktor terkait perkara yang berbeda.
Syahri sebelumnya disebut menerima suap sebanyak 3 kali sebagai fee proyek-proyek pembangunan infrastruktur peningkatan jalan di Dinas PUPR Pemkab Tulungagung. Total penerimaan Syahri yaitu Rp 2,5 miliar. Namun, uang yang berhasil disita KPK hanya Rp 1 miliar.
Sedangkan Samanhudi diduga menerima Rp 1,5 miliar terkait ijon proyek pembangunan sekolah lanjutan pertama di Blitar dengan nilai kontrak Rp 23 miliar. Saut menyebut fee itu diduga bagian dari 8 persen yang menjadi bagian Samanhudi dari total fee 10 persen yang disepakati. Sedangkan 2 persennya akan dibagi-bagikan kepada dinas.
Selain keduanya, 4 tersangka lain yang ditetapkan yaitu Agung Prayitno selaku swasta dan Sutrisno selaku Kadis PUPR Pemkab Tulungagung (keduanya sebagai penerima suap di kasus Tulungagung) serta Bambang Purnomo selaku swasta sebagai penerima di kasus Blitar. Sedangkan untuk pemberi suap yaitu Susilo Prabowo yang dijerat baik dalam perkara di Tulungagung maupun di Blitar. (dtc)