Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump bakal bertemu di Singapura. Keduanya kini sudah tiba dan akan segera bertemu.
Beberapa kalangan menilai pertemuan tersebut akan memberikan dampak positif bagi perekonomian dunia. Pertemuan tersebut dinilai dapat meredam ketegangan soal nuklir.
Lalu bagaimana dengan ekonomi Indonesia?
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono mengatakan pertemuan tersebut akan meredam tensi panas Korea Utara dengan AS. Sehingga berdampak pada gairah investasi, hingga stabilitas harga minyak.
"Indonesia pasti mendapatkan manfaat juga. Yang kita harapkan misalnya, harga minyak dunia menurun. Karena saat ini gap antara harga minyak asumsi APBN (USD 48 per barrel) sangat lebar dibandingkan realisasi (US$ 70). Ini berakibat buruk bagi fiskal kita," kata Tony saat dihubungi, Senin (11/6).
"Secara langsung mungkin tidak. Tapi jika perekonomian global mereda tensi VUCA-nya," sambung dia.
Tony menjelaskan, VUCA alias volatilty, uncertainty, complexity, ambiguity yang sering menjadi sentimen negatif bagi perekonomian.
Oleh karena itu, Tony menuturkan dampak dari pertemuan Kim Jong Un dengan Trump bagus untuk perekonomian nasional.
"Denuklirisasi. Kalau Koru melanjutkan program nuklir, akan membuat Asia Timur tidak aman. Iklim investasi menjadi memburuk" jelas dia.
Sementara itu, Peneliti dari INDEF Bhima Yudhistira mengatakan dampak pertemuan tersebut bisa meningkatkan kegiatan ekspor.
Menurut Bhima, Sekitar 31% total perdagangan Indonesia khususnya ekspor ke China, Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Kegiatan tersebut terdampak konflik di Semenanjung Korea.
"Jika konflik berhasil diredam, eksportir tidak akan was was mengirim barang lewat Semenanjung Korea. Biaya logistik bisa lebih dipangkas, tanpa jalur memutar untuk menghindari wilayah konflik. Resiko geopolitik yang menurun sangat membantu kepastian ekspor negara seperti Indonesia," kata Bhima. (dtf)