Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Selama sepekan kemarin, setidaknya ada tiga bank sentral yang melakukan rapat untuk menyesuaikan kebijakannya. Salah satunya Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) yang kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin menjadi 1,75% hingga 2%. Bahkan, ada sinyalemen untuk menaikkan kembali bunga acuannya hingga menjelang penutupan tahun 2018.
Pasar memperkirakan akan ada kenaikan suku bunga The Fed dua kali lagi nantinya. "Jadi sebaiknya kita segera melakukan penyesuaian untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional seiring. Sebab tren kenaikan bunga acuan di AS dampaknya akan sangat terasa pada pelemahan rupiah, peningkatan barang impor, serta akan mengerek tren kenaikan bunga perbankan," jelas ekonom Sumut Gunawan Benjamin, kepada medanbisnisdaily.com, Minggu (17/6/2018).
Penyesuaian ini, katanya, karena kenaikan The Fed bakal sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Memang, awalnya kebijakan The Fed tidak serta merta membuat dolar AS menguat. Mata uang dolar AS malah terpuruk. Hal ini menjadi sinyalemen yang tidak begitu baik pada awalnya. Pasar pun menanti langkah serupa di Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB). Sebelumnya pasar juga mengharapkan adanya kenaikan bunga di Eropa.
Namun justru yang terjadi malah sebaliknya. Di mana ECB tidak menaikkan bunga acuannya. Bahkan mengeluarkan statemen kalau kenaikan bunga diperkirkan akan terjadi di 2019 mendatang. Dan setelah itu, dolar AS mampu memukul sejumlah mata uang utama dunia. Hal yang tidak jauh berbeda juga diambil oleh Jepang, yang membuat dolar AS menguat terhadap Yen Jepang.
Bagi Indonesia, kenaikan bunga acuan tersebut sebelumnya sudah diantisipasi dengan menaikkan besaran bunga acuan sebesar 25 basis poin. Hasilnya cukup baik, dimana rupiah mampu menguat di bawah Rp 14.000 per dolar AS.
Tapi saat pasar kembali dibuka Rabu (20/6/2018), bukan tidak mungkin rupiah akan kembali melemah. Karena menjelang libur panjang kemarin, rupiah sempat diperdagangkan dikisaran Rp 13.930-an per dolar AS.
"Saya pikir tekanannya akan membuat rupiah melemah mendekati level Rp 13.970 per dolar AS terlebih dulu. Ini murni karena sentimen eksternal yang menekan mata uang rupiah," katanya.
Begitupun, penyesuaian terhadap suku bunga The Fed harus segera diambil. Gunawan menilai, sulit untuk menjaga stabilitas ekonomi makro nasional jika terjadi tarik menarik dana dengan instrumen bunga The Fed yang baru.
.