Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Pasal 245 UU MD3 yang mengatur soal pemanggilan anggota dewan harus melalui rekomendasi Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Badan Legislasi (Baleg) DPR menerima putusan tersebut.
"Kita menghormati putusan MK yang menyatakan pemanggilan anggota DPR hanya dengan izin presiden karena memang merupakan kewenangan MK untuk menguji UU apakah bersesuaian dengan UUD (1945) atau tidak," kata Wakil Ketua Baleg M Sarmuji kepada wartawan, Kamis (28/6/2018).
Sarmuji mengatakan, putusan MK harus dijalankan. Walaupun, menurut dia, soal rekomendasi MKD dalam Pasal 245 itu sudah melalui berbagai pertimbangan.
"Pembuat UU tidak bisa berkata lain selain menerima putusan MK, meskipun sewaktu membuat undang-undang sebenarnya sudah memperhitungkan banyak aspek," sebutnya.
Atas putusan MK itu, maka Pasal 245 ayat 1 UU MD3 yang berbunyi pemanggilan anggota Dewan oleh penegak hukum harus lewat izin presiden dan Mahkamah Kehormatan Dewan tak berlaku lagi. pemanggilan anggota dewan hanya berdasarkan izin presiden.
"Tidak perlu ada revisi terbatas karena pasca putusan MK yang berlaku adalah norma putusan MK. Revisi MD3 nanti akan dilakukan tidak secara parsial, melainkan secara menyeluruh berdasarkan kebutuhan," jelas Sarmuji.
Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus soal rekomendasi anggota Dewan yang dipanggil penegak hukum. Pemanggilan anggota Dewan oleh penegak hukum hanya butuh izin presiden.
"Frasa 'setelah mendapat pertimbangan dari Mahkamah Kehormatan Dewan' dalam Pasal 245 ayat 1 UU No 2/2018 tentang MD3 bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," ucap Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan di gedung MK, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta.
Frasa tersebut dihapus MK. Dengan demikian, frasa Pasal 245 ayat 1 setelah putusan diketok menjadi:
"Pemanggilan dan permintaan keterangan kepada anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana yang tidak sehubungan dengan pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden." dtc