Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Banjir terjadi di mana-mana. Seperti ingin menyampaikan kepada siapa saja bahwa alam memiliki caranya sendiri untuk memperbaiki diri setelah dihancurkan atas nama pembangunan yang rakus.
Di mana Agus Susilo, seniman dari Teater Rumah Mata, banjir di Kota Medan dan sekitarnya hanyalah gejala awal kehidupan yang disebutnya dengan City on The Sea. Dia mencontohkan, dalam naskahnya berjudul 'Repro-Diksi 5+1 Tanda' tersebut Pertemuan Artefak Abad 12 dengan Artefak Abad 21 = City On The Sea.
"Kalo situs Kotta Cinna, menurut penjelasan pak Ichwan Azhari, tahun 2008, ketika air pasang, itu gak nyampe kenak aula museum (baca : Museum Situs Kotta Cinna). Setelah sepuluh tahun berdiri, setiap air pasang, aula pun tergenang... nah, bagaimana lima puluh tahun yg akan datang," katanya kepada medanbisnisdaily.com, Senin (9/7/2018).
Dikatakannya, bila pola pembangunan kota ini masih belum bersahabat dengan alam, benarlah prediksinya bahwa Medan Utara akan kembali menjadi laut, sebagaimana tertulis dalam sejarah bahwa pada abad 12, wilayah situs Kotta Cinna dulunya adalah bibir pantai.
"Artefak-artefak akan bertransformasi dan membentuk artefak baru. Menurutku, bakal tercipta kehidupan City On the Sea. Kalau 'Medan Water Park' itu gejala awal," katanya. Istilah 'Medan Water Park' adalah sindiran terhadap banjir di kota yang berumur lebih dari 4 abad ini.
Dia menambahkan tak jauh dari sanggar Teater Rumah Mata yang berada di belakang Museum Situs Kotta Cinna terdapat tempat pembuangan akhir (tpa) yang setiap harinya menampung sampah-sampah dari kota yang diangkut menggunakan truk. Setiap hari sampah menggunung itu dibakar dan mengeluarkan aroma busuk. Agus menyebutnya Gunung Artefak.
"Gunung artefak abad 21 yang meletus setiap hari di area situs Kotta Cinna yang menebarkan aroma 'manusia tanpa identitas'. Gunung yang meletus itu adalah kanker yg sengaja dipelihara oleh kebodohan dan kegamangan melihat Diksi-Diksi zaman. Kanker itu akan melumat ekosistem daratan dan lautan," katanya dalam kias.
Danau Siombak, yang lokasinya juga berdekatan, tercipta dari kerakusan karakter kapitalis pejabat negeri ini. Danau Siombak menurutnya adalah bentuk penghancuran atas nama pembangunan. "Betapa mudahnya kita melakukan transformasi sebuah ekosistem dengan Artefak-Artefak abad 21 ini. Kemudahan ini menjadikan kita lupa makna spiritualitas artefak-artefak yg diciptakan leluhur kita yg bijaksana. Sedangkan rumah panggung, sebagai wujud artefak yang mampu menjembatani kebutuhan semesta dengan peradaban, kini telah langka," katanya.
Agus melontarkan pertanyaan, kota yang saat ini dibangun dengan berbagai macam kamuflase ini adalah tubuh kontradiktif yang telah melakukan dekonstruksi terhadap tubuh-tubuh masyarakatnya. Salah satu gerakan konkret itu, kata dia, adalah lewar jalur kesenian. Pertunjukan "Repro-Diksi 5+1 Tanda" memiliki visi "Menjadi Proyeksi Peradaban Kota Masa Depan" dan menggugah kecerdasan dan kesadaran dengan melakukan upaya-upaya pembangunan yang mengharmoniskan alam dengan kelahiran artefak-artefak.
"Efek dari kecepatan kelahiran artefak-artefak abad 21 yang pabrikan, profan (bersifat hiburan) dan glamor membuat tubuh kita menjadi berkarakter Instan, bermental plastik dan blur," katanya.
Sebagaimana diketahui, Repro-Diksi 5+1 Tanda adalah naskah karya Agus Susilo yang diangkat dari riset di Situs Kotta Cinna, di Paya Pasir, Medan Marelan. Naskah ini akan dipentaskan pada Pekan Teater Nasional 2018 di Jakarta bulan Oktober mendatang. Sebanyak 18-20 orang terlibat dalam pementasan ini.
Naskah ini mengeksplorasi lima elemen artefak ; kayu (kapal), tanah (gerabah), batu (arca), air (manik-manik), dan logam (perunggu, dll.), mewakili artefak abad 12. Naskah jni mempertemukan artefak abad 12 dengan artefak abad 21 seperti laptop, hp, mall, dll. yang berkarakter profan (hiburan).