Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta
Permasalahan piutang Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) pada petambak yang seolah-olah lancar atau misrepresentasi ternyata tidak pernah sampai di telinga Boediono. Padahal, saat itu Boediono menjabat sebagai Menteri Keuangan.
Dalam rangkaian rapat terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Boediono mengaku tidak pernah dilapori soal misrepresentasi tersebut. "Sepanjang yang saya hadiri, saya tidak ingat ada pembicaraan mengenai masalah misrepresentasi," kata Boediono ketika bersaksi dalam sidang perkara BLBI dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (19/7).
Mendengar jawaban Boediono, jaksa heran karena dalam rapat-rapat tersebut selalu ada perwakilan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dan Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK). Sedangkan, terdakwa Syafruddin saat itu merupakan Ketua BPPN.
"Ada disampaikan utang petambak macet Rp 4,8 triliun?" tanya jaksa.
"Yang dibahas beban petambak Rp 135 juta menjadi Rp 100 juta, semacam itu kalau gambaran besarnya itu," jawab Boediono yang juga mantan anggota KKSK.
"Pada pokoknya petambak mempunyai kewajiban penyelesaian utangnya tapi kemudian ada usulan BPPN untuk diperingan beban, saya lupa angkanya berapa tapi tujuannya untuk membantu petambak, karena saya ingat dan sampaikan kalau ini semua sesuai aturan tentu ini suatu yang baik," imbuh Boediono.
Syafruddin didakwa merugikan negara Rp 4,5 triliun terkait BLBI. Kerugian negara itu berkaitan dengan penerbitan SKL dari BPPN terhadap BDNI, yang dimiliki pengusaha Sjamsul.
Syafruddin menghapus piutang BDNI kepada petani tambak yang dijamin PT Dipasena Citra Darmadja dan PT Wachyuni Mandira serta surat pemenuhan kewajiban pemegang saham meski Sjamsul belum menyelesaikan kewajibannya yang seolah-olah piutang lancar atau misrepresentasi.(dtc)