Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Empat tahun bekerja sebagai penyelam di perusahaan keramba jaring apung (KJA) PT Suri Tani Pemuka dan harus menumpang kapal pulang dan pergi dari Simanindo (Samosir) menuju Tigaras (Simalungun), tak pernah sekalipun Dino Simson Aritonang (34) mengalami peristiwa seperti tenggelamnya KM Sinar Bangun (18/6/2018).
Itulah pertama kalinya dia menyaksikan dan merasakan betapa menakutkan berada dalam kondisi antara hidup dan mati karena harus mengalahkan arus air serta ombak yang setiap saat bisa mengamuk. Apalagi di sekelilingnya korban-korban lain juga berteriak histeris meminta tolong atau megap-megap berusaha bertahan agar tak terseret pusaran air.
"Saya berusaha menjauh dari korban lainnya agar tidak ditarik dan ikut tenggelam," kisah Dino kepada medanbisnisdaily.com kemarin (29/7/2018) seusai menghadiri acara pemberian santunan kepada keluarga korban tenggelamnya KM Sinar Bangun oleh perhimpunan marga Parna se-Indonesia.
Dino yang merupakan ayah tiga orang anak berprofesi sebagai penyelam di perusahaan KJA tempatnya bekerja sejak empat tahun lalu. Karena tinggal bersama keluarganya di Pangururan, setiap hari dia harus menyeberang dengan kapal ke Tigaras tempat KJA berada.
Dengan menggunakan tabung udara sebagai alat bantu pernafasan dia harus menyelam sedalam 10 meter untuk membersihkan keramba dari ikan yang mati agar tidak menyebarkan virus ke ikan lain serta memeriksa jaring (net) yang koyak.
"Walau cuma kedalaman 10 meter, saya harus menggunakan tabung udara saat menyelam, kalau tidak tak akan tahan," terangnya.
Saat KM Sinar Bangun tenggelam, dia duduk di bagian terdepan kapal. Kebiasaannya kalau naik kapal apa saja memang begitu. Kalau tidak di posisi terdepan, pasti di bagian belakang.
Jelang KM Sinar Bangun tenggelam, dia sempat melihat lambung kapal bergerak miring. Saat seluruh penumpang mulai histeris dan melompat untuk menyelamatkan diri, dia juga melakukan hal serupa. Dino berenang menjauh dari penumpang lainnya, sejauh mungkin agar tidak ditarik korban lain yang juga tak ingin tenggelam.
"Sekitar 20 menit sesudah itu saya balik lagi ke arah kapal. Berusaha berdiri di atas lambung kapal sambil mengapung. Barulah kemudian bantuan datang," kenangnya.
Karena merupakan tulang punggung keluarga, hanya beberapa hari setelah peristiwa kelabu bagi dunia pariwisata nasional tersebut dia sudah kembali bekerja. Penyelam keramba. Tidak sedikit pun ada perasaan trauma baginya.
Dino adalah satu dari dua orang yang selamat dari bencana tenggelamnya KM Sinar Bangun yang diundang hadir oleh perhimpunan Parna yang dipimpin Letjen Purn. Cornel Simbolon. Satu lagi yang selamat diwakili orangtuanya, Malau.
"Anak saya merasa trauma kalau hadir di satu keramaian sejak peristiwa tenggelamnya kapal itu. Makanya tidak hadir. Usianya 18 tahun, baru saja lulus SMA," kata Malau.