Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sebanyak 54 KK warga dari tiga kecamatan di Tapanuli Selatan menuntut agar perusahaan pembangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Simarboru segera melunasi kekurangan pembayaran lahan milik mereka yang dijadikan lahan pembangunan PLTA tersebut. Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat (RDP) warga dengan Komisi D DPRD Sumut, di Medan, Selasa (31/7/2018),
Perusahaan dimaksud adalah North Sumatera Hydro Energy (NSHE), yang disebut-sebut sumber pembiayaannya berasal dari Bank Goldmann, Tiongkok. PLTA akan dibangun di atas lahan seluas 677 Ha yang kini sudah dibersihkan (reclaiming). Lahan tersebut berada di tiga kecamatan, yakni Sipirok, Marancar dan Batang Toru (Simarboru).
Oleh warga pemilik lahan, HNSE dinyatakan tidak membayar ganti rugi tanah milik mereka secara adil. Ada yang dihargai per meter Rp 8.000, Rp 15.000, Rp 20.000 dan Rp 60.000. Pohon yang semula sempat dijanjikan per batang seharga Rp 150.000, tidak dibayarkan sama sekali.
Menurut pendamping warga Simarboru, Andi Stefanus Harahap, saat ini terdapat lahan seluas kurang lebih 102 Ha yang dituntut penambahan kekurangan pembayaran oleh NSHE. Ditambah pepohonan aneka buah di atasnya, seperti coklat dan kopi.
Itu sebabnya warga mengadu ke Komisi A DPRD Sumut. Menurut salah seorang warga, Erni Harahap (60), setelah diambil alih NSHE untuk membangun PLTA, kini dia tidak lagi memiliki tanah. Seharusnya jika tanah miliknya dibayar Rp 60.000/meter dia akan menggunakannya untuk membeli tanah pengganti.
"Tanah itu akan dikelola dan hasilnya untuk menyekolahkan anakku," kata Erni dengan terisak-isak menangis.
Pernyataan serupa disampaikan Parsaulian Simanjuntak. Tanah miliknya tidak dibayar seharga Rp 60.000/m,. Sebanyak 1.700 pohon di atasnya belum dibayar sama sekali.
Menurut staf Pemkab Tapsel yang turut menghadiri rapat di Komisi A mengatakan, sosialisasi pembangunan PLTA Simarboru yang berkapasitas 510 MW sudah dilakukan sejak 2008. Pembayaran ganti rugi tanah milik warga berjalan mulai 2012.
"Saya belum pernah mendengar pernyataan bahwa pihak perusahaan akan melunasi kekurangan pembayaran sesuai harga tanah yang berbeda di areal lainnya. Sesuai persentase pepohonan yang ada di satu tempat, NJOP-nya memang Rp 8.000/m," katanya.