Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Samosir. Usai Warga Desa Tanjung Bunga dan Desa Aek Sipitu Dai melakukan aksi unjuk rasa tolak SK Kementerian Kehutanan RI No 579 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumatra Utara, warga Kelurahan Siogung-ogung juga berencana turut melakukan aksi yang sama, demo ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) setempat, meminta SK 579 direvisi.
Rencana demo, dibenarkan penanggungjawab aksi damai yang mengatasnamakan lembaga masyarakat Siogung-ogung, Hotdon Naibaho, kepada medanbisnisdaily.com, Rabu (1/8/2018), aksi akan diikuti sekitar 500 orang.
"Betul, warga Siogung-ogung akan melakukan aksi yang sama esok hari tanggal 2 Agustus 2018 ke Kantor Dewan, menyampaikan aspirasi masyarakat menolak atau merevisi SK 579 yang diterbitkan Kementerian Kehutanan RI," kata Hotdon.
Beberapa poin yang ingin disampaikan esok hari, masyarakat Siogung-ogung meminta supaya Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) mencabut patok yang telah di pancang, juga mempertanyakan kurangnya koordinasi Pemerintah Kabupaten Samosir dengan Pemerintah atasan atas minimnya sosialisasi terkait terbitnya SK 579 dan penempatan patok dimaksud.
"Berharap DPRD dan Bupati Samosir supaya berkenan menemui warga Siogung-ogung yang akan melakukan aksi unjuk rasa tolak SK 579 esok hari. Karena informasi yang kami dengar, hampir 96% Kelurahan Siogung-ogung masuk didalamnya," ucap Hotdon.
Dia menjelaskan, Kelurahan Siogung-ogung sudah 3 kali berubah nama. Pertama Kampung Siogung-ogung, kedua Desa Siogung-ogung, baru ketiga ditetapkan jadi Kelurahan. Dan Kelurahan Siogung-ogung dulunya merupakan bagian dari beberapa perkampungan (Huta-red) yang sudah memiliki Besluit.
"Jika permukiman penduduk masuk kawasan hutan, berarti Pemerintahan Belanda dulu telah keliru menerbitkan Besluit Kampung Simangonding, Huta Parik, Simanampang, dan Panahatan. Dibuktikan dengan masih adanya Tungga Nihuta sampai kini," tutupnya.