Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Berlin - Putusan pengadilan Jerman untuk membebaskan seorang terdakwa neo-Nazi dari kasus pengeboman menargetkan para imigran Yahudi sekitar 18 tahun lalu, memicu kemarahan publik. Putusan ini disebut para pengacara korban sebagai 'kesalahan hukum terburuk' yang bersejarah.
Seperti dilansir AFP, Rabu (1/8/2018), pengadilan Jerman pada Selasa (31/7) waktu setempat, membebaskan Ralf Spies (52) dari 12 dakwaan percobaan pembunuhan dengan motif 'rasis' dan dengan memicu ledakan di stasiun kereta komuter kota Duesseldorf pada 27 Juli 2000 lalu.
Pengadilan Duesseldorf menyatakan Spies tidak bersalah atas seluruh dakwaan yang dijeratkan kepadanya. Spies sendiri telah dibebaskan dari tahanan sejak Mei lalu, karena 'kurangnya keterangan yang bisa dipercaya' dari para saksi. Tidak adanya bukti forensik dan saksi mata yang kredibel.
Para korban sedang dalam perjalanan pulang usai menghadiri kursus bahasa Jerman ketika ledakan terjadi sekitar 18 tahun lalu. Bom yang meledak itu ditempatkan di dalam tas plastik yang digantung di salah satu bagian pagar dekat pintu masuk stasiun Wehrhahn. Ledakan itu memicu kepanikan.
Sedikitnya 10 orang yang merupakan imigran mengalami luka-luka akibat ledakan itu. Enam orang di antaranya menganut Yahudi dan berasal dari negara bekas Uni Soviet. Salah satu korban luka merupakan seorang wanita asal Ukraina berusia 26 tahun yang sedang hamil. Tragis, wanita itu harus kehilangan bayi yang dikandungnya dan harus menjalani operasi karena ledakan itu mengenai salah satu kakinya.
Saat itu, dunia mengecam ledakan tersebut dan publik Jerman sangat terkejut.
Ketua jaksa penuntut dalam kasus ini, Ralf Herrenbrueck, melontarkan kemarahannya dalam argumen penutup sebelum vonis dijatuhkan. Dia menyebut kasus ini semakin berbelit. Jaksa sebelumnya menuntut hukuman penjara seumur hidup untuk Spies.
Sebelum diadili atas kasus ini, Spies telah dikenal polisi setempat sebagai ekstremis sayap kanan dan mengelola sebuah toko barang bekas militer dekat lokasi ledakan. Penyidik kepolisian menyebut Spies yang mantan tentara itu memiliki tato swastika dan benteng Nazi di tubuhnya.
Dari awal persidangan, Spies menyatakan dirinya tidak ada di lokasi saat ledakan terjadi. Namun seorang mantan kekasih Spies mengungkapkan kepada penyidik kepolisian bahwa dirinya pernah melihat Spies merakit sebuah bom pipa di dapur rumahnya. Bom pipa itu dirakit dengan menggunakan material peledak dari enam granat tangan keluaran militer.
Dalam sidang, jaksa Herrenbrueck menyatakan Spies meledakkan bom itu dengan pengendali jarak jauh. Menurut jaksa Herrenbrueck, bom yang dirakit Spies itu tidak memicu korban jiwa karena TNT yang ada di dalamnya tidak murni. Jaksa Herrenbrueck menyebut Spies selalu merasa terpanggil untuk menjaga lingkungannya tetap 'bersih'. "Dia ingin mengenyahkan segala sesuatu yang dia benci," tegas jaksa dalam persidangan.
Namun seiring jalannya persidangan, sejumlah saksi mencabut kembali keterangan mereka. Pengacara Spies menyebut para saksi yang mencabut keterangan itu terpaksa memberi keterangan memberatkan kliennya karena sebelumnya dijanjikan hukuman ringan. Selain membebaskan Spies dari seluruh dakwaan, pengadilan Duesseldorf mempersilakan jaksa mengajukan banding atas vonis itu.
Empat pengacara yang mewakili para korban mengecam vonis ini. Salah satu dari mereka, Juri Rogner, menyebut pengadilan 'melakukan kesalahan hukum terburuk dalam sejarah Duesseldorf'.dtc