Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-New York. Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) menyatakan Korea Utara (Korut) tidak menghentikan program nuklir dan rudalnya. Bahkan Korut diyakini terus melakukan pelanggaran terhadap sanksi-sanksi yang dijatuhkan PBB.
Seperti dilansir Reuters, Sabtu (4/8), laporan itu disusun selama enam bulan terakhir oleh para pakar independen yang memantau penerapan sanksi-sanksi PBB. Laporan itu telah diajukan kepada komisi sanksi Korut pada Dewan Keamanan PBB pada Jumat (3/8) waktu setempat.
"(Korut) Belum menghentikan program nuklir dan rudalnya dan terus menantang resolusi Dewan Keamanan melalui peningkatan besar-besaran dalam praktik gelap pemindahan produk-produk petroleum dari kapal-ke-kapal, juga pemindahan batubara di tengah lautan sepanjang tahun 2018," sebut laporan setebal 149 halaman itu.
Laporan PBB itu juga menyebut Korut menjalin kerja sama secara militer dengan Suriah dan berupaya menjual senjata kepada kelompok pemberontak Houthi di Yaman.
Para pakar menyebut 'kerja sama militer terlarang dengan Republik Arab Suriah terus berlanjut tanpa berkurang'. Disebutkan bahwa para teknisi Korut yang terlibat dalam aktivitas rudal balistik telah berkunjung ke Suriah tahun 2011, 2016 dan 2017.
Sedangkan terkait tawaran senjata untuk Houthi, para pakar independen menyebut mereka melihat langsung sebuah surat tertanggal 13 Juli 2016 dari pemimpin Houthi yang mengundang Korut untuk bertemu di Damaskus, Suriah. "Untuk membahas isu transfer teknologi dan kepentingan bersama," sebut laporan PBB itu.
Disebutkan laporan PBB itu juga bahwa Korut melanggar larangan tekstil dengan melakukan ekspor lebih dari US$ 100 juta (Rp 1,4 triliun) antara Oktober 2017 hingga Maret 2018. Ekspor dilakukan ke China, Ghana, India, Meksiko, Sri Lanka, Thailand, Turki dan Uruguay.
Misi Korut untuk PBB belum menanggapi laporan itu.
Laporan PBB ini muncul saat Rusia dan China menyarankan Dewan Keamanan PBB untuk membahas pencabutan sanksi Korut setelah digelarnya pertemuan bersejarah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-Un pada Juni lalu. Dalam pertemuan itu, Kim Jong-Unsepakat untuk mengupayakan denuklirisasi di wilayahnya.
AS dan sejumlah negara anggota Dewan Keamanan PBB lainnya menekankan perlunya penerapan sanksi tegas hingga Korut benar-benar mengambil tindakan menuju denuklirisasi.
Sejak tahun 2006, Dewan Keamanan PBB sepakat menjatuhkan sejumlah sanksi terhadap Korut untuk memutus aliran dana bagi program nuklir dan rudal rezim komunis itu. Sanksi itu termasuk melarang berbagai ekspor termasuk batu bara, besi, timah, tekstil dan makan laut. Kemudian juga memutus impor minyak mentah dan produk petroleum yang disuling. (dtc)