Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Pemerintah Kota (Pemko) Medan tidak terima ketika penganggaran pembayaran hutang dana bagi hasil (DBH) dari Pemprovsu pada APBD 2017 dijadikan salah satu penyebab atau alasan LKPD (Laporan Keuangan Pemerintah Daerah) Kota Medan 2017 memperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sumut.
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Medan, Irwan Ritonga menyebut pada APBD 2017 pihaknya mengalokasikan anggaran pendapatan DBH hingga Rp1,1 triliun.
Jumlah itu, kata dia, didapat dari proyeksi penerimaan 2017, dan hutang 2016. Disebutkannya, berdasarkan hasil rekonsiliasi DBH 2017 bagian Kota Medan berjumlah Rp669 miliar.
Namun, jumlah itu tidak seluruhnya dibayarkan. Pemprovsu hanya menyalurkan Rp340 miliar. Artinya, ada kekurangan bayar 2017 sebesar Rp328 miliar.
"Kalau diasumsikan DBH 2018 sama dengan 2017 yang berjumlah Rp669 miliar, ditambah kekurangan bayar Rp328 miliar. Maka Pemprovsu harusnya pada P-APBD mengalokasikan secara keseluruhan Rp998 miliar," katanya, di Medan, Selasa (7/8/2018).
Sayangnya, kata dia, berdasarkan SK Gubernur no 188.44/163/KPTS/2018 tentang rincian DBH, Kota Medan hanya mendapatkan alokasi anggaran Rp389 miliar dengan rincian Rp158 miliar kekurangan bayar 2017, dan Rp231 miliar penyaluran 2018.
"Berarti Pemprov Sumut menumpuk hutang atau menunda pembayaran DBH. Wajar kami alokasikan tahun depannya, karena biar tercatatkan, dan diproyeksikan sebagai penerimaan sehingga bisa dipergunakan atau dibelanjakan anggarannya,"jelasnya.
Buruknya tata kelola pembayaran DBH Pemprovsu, kata Irwan, malah mendapatkan opini WTP (wajar tanpa pengecualian) dari BPK. Padahal, lanjut dia, berdasarkan hasil audit BPK, ada Silpa (selisih lebih penggunaan anggaran) Pemprovsu sebesar Rp800 miliar di tahun 2017.
"Adanya uang mereka Rp800 miliar. Kenapa itu tidak dibayarkan saja ke Pemko Medan sebagai pembayaran DBH, kan aneh," sebutnya
"Pemko Medan yang hanya menganggarkan hutang Pemprovsu malah dipersoalkan, akhirnya dapat WDP. Walaupun ada beberapa alasan lain, terutama aset. Ini sangat aneh," jelasnya.
Kepala BPK RI Perwakilan Sumut, Ambar Wahyuni menyebut adanya penganggaran penerimaan dana bagi hasil (DBH) dari Pemprovsu yang terlalu besar. Hal itu menjadi salah satu penyebab LKPD Kota Medan 2017 mendapat opini WDP.
"Rata-rata setiap tahun Pemko Medan hanya menerima Rp600 miliar. Tapi, yang dialokasikan penerimaannya mencapai Rp1,1 triliun. Terlalu besar, jadi tidak akan mungkin terealisasi, dari mana uangnya," jelasnya.