Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com- Medan.Di tahun 1960 - 1970'an, perfilman di Sumatera Utara pernah berjaya dengan munculnya banyak film dan ekosistem yang baik bagi kreatiftas para sineas. Kemudian mengalami kemunduran dan kini muncul semangat untuk mecoba membangkitkan kembali perfilman dengan berbagai cara.
Pimpinan Yayasan Sinema Manuprojectpro Indonesia, Immanuel Prasetya Gintings, mengatakan itu kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (10/8/2018). Dikatakannya, di masa kejayaannya sangat banyak film yang dilahirkan para sineas di Sumut. Secara kuantitas sudah dipenuhi. Begitu juga secara kualitas, masa itu film Sumut sudah baik.
Kemunduran perfilman di Sumut pada tahun-tahun berikutnya menurutnya memang disayangkan. Di masa itu pula ekosistem film di Sumut sangat baik. Dari sisi sineas memiliki kreatifitas, ketrampilan dan kemampuan melahirkan film berkualitas. Di masyarakat juga memiliki kepedulian minat terhadap film produksi lokal. Hal tersebut yang disebutnya dengan ekosistem.
Menurutnya, yang penting untuk dilakukan saat ini adalah membangun ekosistem perfilman. Dari para sineas harus memiliki kreatifitas, ketrampilan dan kemampuan melahirkan film berkualitas. Untuk itu, juga diperlukan penguasaan skil teknis. Hal yang mana masih kalah dibandingkan dengan di Jawa.
"Soal sound misalnya. Sound adalah satu bagian penting dalam film. Tapi siapa yang mau main di situ. Tak banyak. Padahal sebagus apapun film, kalau sound tak mendapat perhatian cukup, hancur film itu," katanya.
Dia menilai, semangat untuk kebangkitan film di Sumut harus didukung dengan banyak upaya. Apalagi, produksi film sebanyak-banyaknya bukan berarti sebuah kebangkitan. Dia mencontohkan, Hongkong selama ini banyak memproduksi film namun tenggelam dengan film-film yang diproduksi India (Bolliwood) maupun Hollywood. India, berhasil dalam mengangkat kebudayaannya dalam film.
"Tinggal kita mau meniru mana. Hongkong menjadi contohnya. Berarti bukan itu yang harus dikejar. Tapi tetap saja ekosistem yang harus ada. Di Jawa misalnya, properti yang mendukung perfilman ada semua. Kita di sini, siapa yang menyimpan mesin tik tua, sepeda tua, lemari tua, rumah tua, itu contoh tapi penting kalau kita mau bikin film setting masa lampau kan," katanya.I