Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah terus mengalami penguatan. Dari data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) nilai dolar tercatat Rp 14.621 dan dari Reuters Rp 13.630.
Apakah ini akan mempengaruhi anggaran dan pendapatan belanja negara (APBN) yang sudah meleset dari asumsi Rp 13.400?
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan dari pelemahan kurs rupiah pemerintah sering menyebut ada keuntungan yang akan didapatkan APBN dari harga minyak dan gas dunia.
Menurut Bhima, hal tersebut tak pernah dijelaskan secara transparan ke publik terkait pos pendapatan mana yang mendapatkan keuntungan yang besar.
"Dari sisi belanja pemerintah, pasti ada pembengkakan yang cukup besar," kata Bhima saat dihubungi, Rabu (15/8).
Dia menambahkan, begitupun dengan subsidi energi yang membengkak, ditambah dengan impor minyak 50% dari kebutuhan 1,6 juta barel per hari. Selain itu, harga minyak saat ini juga masih mahal.
"Bagaimana dengan proyek infrastruktur yang bahan bakunya didatangkan dari impor. Ketika kurs rupiah melemah, anggaran infra juga naik kan? Perlu dicatat belanja infrastruktur pemerintah tahun 2018 dialokasikan Rp 410 triliun. Pastinya ada belanja yang tidak sesuai dengan target," ujar dia.
Selanjutnya, kurs rupiah akan berdampak ke beban utang pemerintah. Dia menyampaikan, cicilan pokok dan bunga utang akan menyesuaikan dengan kurs dolar.
"Kita bayarnya pakai pendapatan rupiah maka beban utang makin berat," ujar dia.
Selain utang pemerintah juga ada utang BUMN. Lembaga pemeringkat rating Standard and Poors pernah mengumumkan hasil stress test bahwa jika rupiah tembus 15.000 per dolar maka utang BUMN bisa naik resiko nya.
Menurut dia, jika utang BUMN bermasalah, maka APBN akan terkena imbas juga. Ada contigent liability yang ditanggung oleh APBN. Pemerintah harus waspada dengan risiko gagal bayar utang BUMN.
"Ini harusnya sudah jadi warning alias lampu kuning bahwa pemerintah menghadapi tekanan yang besar selain di APBN juga di ekonomi riil. Karena pemerintah pede tidak ada APBN Perubahan maka perubahan alokasi anggaran harus dijelaskan sedetil mungkin ke publik. Asumsi makro meleset, sudah jelas ada belanja yang diutak atik," imbuh dia. (dtf)