Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com. Bagi para entertainer atau kulinari Kota Medan sosok pria ini tidak asing lagi. Namanya meroket mula pertama kali ia mengembangkan Restoran Desa-Desa tahun 2010 yang membuat kariernya melesat naik. Kini kondisinya berbalik. Ia harus berjuang melawan ganasnya sel kanker. Hobinya memelihara burung mengembalikan semangatnya untuk bertahan hidup.
Hadid, nama lengkapnya Hadid Dhandy, yang jago mendesain ini memiliki banyak ide brilian yang membuat restoran yang dihandle-nya memiliki pamor dan berindentitas. Pria yang hingga kini masih single ini memiliki banyak talenta, baik di bisnis kuliner, menyanyi hingga desain interior. Dalam dunianya ia dikenal tipe pria metroseksual yang sangat menjaga penampilannya dan selalu wangi. Kenikmatan hidupnya terusik pada akhir 2015. Pria yang sangat menjaga kebugaran tubuh ini dikejutkan oleh sebuah benjolan yang tiba-tiba nongol di telinga sebelah kanan. Benjolan itu tidak membuatnya sakit, tapi estetika-nya merasa terganggu. “Saat itu saya menyadari ada suatu yang tidak beres dengan tubuh saya. Karena takut makin membesar maka saya periksakan diri ke dokter,”kenang Hadid saat mengisahkan kisah hidupnya kepada medanbisnisdaily.com Minggu (19/8/2018). Ia tak ingin mengulangi kegagalan dari keluarganya dulu. Ayah dan abang yang dicintainya harus pergi gara-gara direngut ganasnya sel kanker. “Saat itu saya menilai lebih cepat ditangani lebih baik,”akunya. Begitu sampai di meja dokter, sang dokter langsung menyarankannya untuk operasi. “Saat itu saya sempat ragu. Saya tak sempat berpikir lama. Dokter bilang benjolan itu bibit kanker berbahaya, harus segera dioperasi mumpung kecil,”paparnya tentang pendapat dokter kala itu. Saran dokter pun dilaksanakannya hari itu juga. Usai dioperasi, ia pun melenggang pulang. Dirinya meyakini sudah say good by dengan benjolan di pipi samping telinga-nya itu. Ia kembali tenggelam pada hingar bingar kehidupannya yang penuh warna. “Saya tipe pekerja keras. Masuk kerja lebih pagi dan pulang juga jelang pagi,”imbuhnya. Usaha yang dilakoninya sukses. Target penjualan malah melampaui yang dipikirkan. Kesibukan kerja tak hanya menyita waktu, tapi juga waktu istirahatnya sering terabaikan. Setahun setelah operasi, pada tempat bekas operasi memberi sinyal yang berbeda. Pelan-pelan timbulnya rasa denyut. “Nyerinya sakit sekali, hingga membuat kuping pekak,”akunya. Hadid mengunjungi kembali dokter yang mengoperasikannya dan menceritakan keluhannya. Sang dokter memeriksanya kembali. Ia mengabari suatu yang tak ingin didengernya. “Dokter bilang benjolan di bekas operasi itu sudah mulai ganas. Saya harus jalankan kemoterapi. Mendengar kemoterapi, dirinya langsung merinding. “Saya tak bisa terima kemoterapi. Karena abang bahkan famili dekat saya meninggal karena itu,”ucapnya. Akhirnya yang dilakukan Hadid untuk mengatasi rasa denyut adalah dengan mengkonsumsi vitamin dan obat anti nyeri. Untuk meningkatkan kekebalan tubuh, Hadid mengkonsumsi banyak jenis suplemen. “Rasa sakit tetap. Kadang diam, kadang kumat. Sakitnya tak terperikan. Kepala kita seperti dibelah dan otak kita dimakan rame-rame. Begitu rasanya,”terang Hadid. Hadid mengisahkan sel kanker itu hidup dan berperangai sangat licik dan tidak kenal belas kasih. Tidak hanya rasa nyeri yang ditimbulkan, benjolan demi benjolan semakin menyerang ke anggota tubuhnnya yang lain. “Sekarang ada di perut, kepala. Dalam kepalaku seperti terdapat banyak guli. Jika sedang sakit, darah akan keluar melalui mulut bahkan telinga,”akunya. Benjolan juga menyerang ke bagian kaki. “Sempat saya tidak bisa berjalan. Harus merayap,”imbuhnya.