Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) akan menaikkan suku bunga. Kebijakan ini diprediksi membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar AS makin lemah.
Menurut Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira yang membuat nilai tukar rupiah lemah karena bakal ada pengalihan aset dari negara berkembang ke negeri Paman Sam.
"Imbas kenaikan Fed rate akan membuat aset berdenominasi dolar lebih menarik sehingga investor global mengalihkan aset dari negara berkembang ke AS," kata ekonom dari INDEF Bhima Yudhistira , Jakarta, Sabtu (25/8/2018).
Dia menjelaskan, capital reversal atau arus pembalikan modal yang rentan terjadi baik di pasar surat utang maupun saham mulai terjadi. Indikatornya mulai terlihat dari pelebaran yield spread antara US treasury bond dan SBN tenor 10 tahun.
"Dengan kondisi ini rupiah diperkirakan terdepresiasi hingga level Rp 14.800 pada akhir September 2018," jelas dia.
Bahkan dirinya memprediksi nilai tukar rupiah akan berada di level yang lebih mengkhawatirkan jika Bank Indonesia (BI) tidak melanjutkan kenaikan bunga acuan sebagai langkah antisipasi penyesuaian.
Sementara itu, Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony A Prasetiantono mengatakan harus ada sentimen positif agar bisa menyelamatkan nilai rupiah dari pelemahan.
"Misalnya kinerja ekspor yang positif (surplus), cadev naik, capital inflow membaik," kata Tony.
The Fed tetap melanjutkan rencana kenaikkan meskipun Presiden Donald Trump mengkritik keras kebijakan Bank Sentral AS yang terus menaikkan bunga. Namun, pejabat The Fed menyebut pihaknya tetap independen dan tidak bisa diintervensi oleh tekanan politik. (dtf)