Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Taput. Aktivitas perekonomian di beberapa pasar di kabupaten Tapanuli Utara ( Taput) kurang bergairah. Diduga hal itu terjadi sebagai imbas dari musim kemarau yang berkepanjangan sejak beberapa bulan terakhir yang berdampak langsung kepada menurunnya daya beli masyarakat, khususnya petani.
Pengamatan medanbisnisdaily.com di Pasar Siborongborong,Selasa, (28/8/2018 ) terpantau aktivitas jual-beli di salah satu pasar terbesar di Taput itu terbilang lesu. Beberapa pedagang mengaku omset penjualan mereka sebagai dampak dari menurunnya daya beli petani.
R. Simanjuntak, salah seorang pedagang warung nasi di lokasi pasar menguraikan sudah sejak sebulan terakhir omset penjualannya turun drastis. "Kalau petani gak punya uang siapa yang beli jualan kita, kalau penghasilan petani bagus, bisanya mereka makan di tempat kita," katanya.
Melemahnya daya beli petani sehingga berdampak juga bagi pedagang pasar disinyalir terjadi karena produksi pertanian yang menurun, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Penurunan produksi petani sebagai dampak dari musim kemarau semakin menyulitkan petani dari segi penghasilan, dikarenakan aktivitas penanaman yang tertunda. Kalaupun ada hasil panen petani kualitasnya kurang bagus, akibatnya harga pun anjlok.
Meski harga beberapa komoditas pertanian menurun khususnya sayur-mayur dan buah lokal, namun para pedagang mengeluhkan sepinya pembeli.
Nenas misalnya hanya dihargai 10.000 (5 buah) atau Rp 1.500-Rp 2.000/buah. Jeruk produksi lokal juga dibandrol cuma Rp 6.000/kg.
Para petani jeruk mengeluh, karena dengan anjloknya harga mereka tidak lagi mendapatkan untung. "Susah bang, sudah pun harganya cuma 6.000 per kilo itu pun tidak ada yang beli," kata seorang petani terlihat kurang bersemangat.