Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Langkat. Hujan deras mengguyur Desa Tanjung Ibus, Kecamatan Secanggang, Kabupaten Langkat, pekan lalu. Beberapa belas warga tampak antri di dermaga menunggu barang-barang selesai dipindahkan dari becak motor ke atas perahu yang akan menyeberang ke Desa Jaring Halus.
Kepada medanbisnisdaily.com, Murni, salah seorang penumpang mengaku baru pulang dari rumah sakit di Stabat menjaga anaknya yang masih dirawat karena sakit demam panas selama satu minggu.
"Ini pulang ambil baju anak. Besok pagi balik lagi. Malam ini abangnya lah yang jaga," katanya kepada sembari bergegas menuju perahu motor.
Dibutuhkan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan dari dermaga di Desa Tanjung Ibus menuju Desa Jaring Halus. Hutan mangrove, monyet, elang, bangau menjadi pemandangan selama perjalanan. Hujan membuat perjalanan sedikit lebih lama.
Jaring Halus merupakan desa yang berada di pulau dengan hutan mangrovenya yang lestari, namun bermasalah dengan lumpur yang terbawa oleh aliran Sungai Wampu dan sampah dari laut.
Dengan penduduk sebanyak 800 kepala keluarga (KK), desa ini hanya memiliki 3 orang bidan di 2 Puskesmas Pembantu (Pustu). Namun demikian, hanya 1 bidan yang tinggal menetap di desa Jaring Halus dan 2 lainnya hanya datang di waktu ada pelaksanaan imunisasi saja.
Siembot, seorang ibu rumah tangga mengatakan, masyarakat Jaring Halus sering kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan karena terbatasnya petugas medis di desa. Hanya ada 1 bidan untuk menghadapi ribuan warga menurutnya sangat tidak.layak.
Dia mencontohkan, saat ibunya sakit dan membutuhkan pengobatan, bidan kurang sigap melayani. "Mana cukup satu bidan di sini. Orang sakit mana tengok-tengok pas semua bidan datang. Cemana pas malam hari bapak, mamak ato anak sakit, mau nyebrang susah," katanya.
Rita, warga lainnya mengatakan, terbatasnya bidan yang tinggal di desa memang menyulitkan warga. Namun sebenarnya warga sedikit terbantu dengan datangnya lembaga swadaya masyaraka (LSM) yang kadang datang membawa tenaga medis memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada warga.
Namun hal tersebut hanya menjawab sedikit kekhawatiran warga ketika sakit.Di masyarakat, masih berlaku kepercayaan kepada orang tua dalam hal pengobatan ketika seseorang sakit.
"Misalnya pas anak demam, badannya dikasih minyak sama.bawang merah. Atau sedia kunyit untuk mengobati luka," katanya.
Bidan, kata dia, datang bersama dokter setiap 2 bulan sekali yakni pada saat imunisasi. Bahkan imunisasi pun dilakukan di siang hari pukul 11.00 WIB. Awalnya hanya sedikit warga yang mau nengimuniaasikan anaknya lantaran bersamaan dengan waktu tidurnya anak-anak.
Namun kini lebih banyak warga yang mengimunisasikan anaknya karena 'ancaman', dana bagi penerima Program Keluarga Harapan (PKH) tidak akan bisa dicairkan tanpa adanya surat imunisasi. "PKH ini sudah beberapa tahun. Cukup berhasil membuat warga mau imunisasi," katanya.
Warga lainnya, Rustam mengatakan, sebagai desa yang dikelilingi laut, sampah menjadi persoalan pelik. Tidak.hanya sampah yang dihasilkan dari.aktivitas warganya. Sampah dari laut tidak bisa dihindari.
"Sanitasi air itu susah bagi masyarakat di sini. Sampah-sampah ini kan menjadi sumber penyakit. Cuman entah gimana lah cara mengatasinya," katanya.
Bidan di Puskesmas Pembantu II, Rosmaniar, mengatakan, angka kematian bayi saat lahir di Jaring Halus 0%. Walaupun dalam tahun ini ada 3 bayi meninggal tapi disebabkan kelebihan bulan dan hipertensi. Campak pernah terjadi pada 2016 pada anak berusia 2 tahun.
"Waktu itu banyak yang tertular tapi karena penanganan cepat akhirnya bisa diatasi," katanya.
Dikatakannya, yang menjadi kendala selama ini adalah kesadaran masyarakat dalam kesehatan. "Misalnya imunisasi, banyak yang tak mau karena takut anaknya demam. Tapi setelah ada PKH, akhirnya keikutsertaan bisa mencapai 80%," katanya.