Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta
Sebagai negara berkembang, Indonesia selalu dikaitkan dengan aksi kebijakan-kebijakan yang berasal dari negara besar seperti Amerika Serikat (AS). Kebijakan yang diterbitkan negeri Paman Sam langsung memberikan dampak terhadap ekonomi nasional.
Namun, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk tetap menjaga perekonomian terhadap kebijakan-kebijakan negara besar.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada empat aspek perekonomian yang harus dikelola dalam menjaga stabilitas dan kelanjutan kemajuan perekonomian untuk menghadapi guncangan dunia tersebut.
Empat aspek tersebut ialah, pertama, aspek sektor riel yang ditunjukkan dengan Indikator pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB). Kedua, aspek Fiskal, yaitu APBN meliputi penerimaan, belanja negara dan pembiayaan. Ketiga, aspek Moneter serta sektor keuangan, dan keempat, aspek Neraca Pembayaran yaitu keseimbangan eksternal antara perekonomian Indonesia dengan dunia.
Dari sisi kegiatan ekonomi, Sri Mulyani menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini justru sedang mengalami akselerasi setelah mengalami tekanan merosotnya harga komoditas sejak 2015-2016.
"Pertumbuhan ekonomi berada pada tingkat 5,17% di semester I 2018 tertinggi sejak 2014 dan tingkat pengangguran berada pada posisi 5,13% (terendah dalam dua dekade) dan tingkat kemiskinan pada 9,8% (terendah dalam dua dekade)" kata Sri Mulyani seperti yang dikutip dari laman Faceboknya, Jakarta, Minggu (16/9/2018)
Dari sisi fiskal, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menjelaskan penerimaan negara di semester I tahun ini telah mencapai 44% dari target, dengan pertumbuhan penerimaan pajak yang membaik mencapai 14,3% atau lebih tinggi dari pertumbuhan di semester I 2017 yaitu 9,6%.
Realisasi penyerapan belanja negara sampai akhir Juli 2018 mencapai 44%, realisasi tranfer ke daerah dan dana desa sebesar 58,6% dari pagu. Defisit sampai akhir Juli 2018 sekitar 1,02% dan keseimbangan primer positif Rp 46,4 triliun, suatu kemajuan kesehatan APBN yang luar biasa dibanding situasi 3 tahun terakhir.
"Konsolidasi fiskal dikakukan untuk meminimalkan dampak lingkungan global terhadap APBN dan meningkatkan ketahanan perekonomian," jelas dia.
Dari sisi moneter, inflasi sangat terjaga pada angka 3,2% di semester I 2018, dengan stabilitas inflasi terjaga selama 3 tahun terakhir dikisaran 3,5%. Sektor keuangan juga menunjukkan situasi yang stabil dan membaik.
Hal ini tercermin dari tingkat kecukupan modal perbankan (CAR) yang mencapai 22% di triwulan II 2018, tingkat Non Perfoming Loan (NPL) atau kredit macet yang tetap rendah sebesar 2,7%, dan pertumbuhan kredit mencapai 10,7% yang akan terus membaik.
"Secara keseluruhan tahun 2018, rata-rata pertumbuhan kredit diperkirakan berada pada kisaran 10-12%," ungkap dia.
Sedangkan dari aspek keseimbangan eksternal, Menurut Sri Mulyani neraca pembayaran Indonesia menghadapi perubahan yang sangat drastis pada tahun 2018.
"Inilah yang harus diwaspadai oleh kita semua tanpa harus menjadi panik," tegas dia.
Pada tahun 2016 dan 2017, transaksi berjalan yaitu ekspor dikurang impor untuk barang dan jasa mengalami defisit sebesar US$ 17 miliar (-1,8% PDB) dan US$ 17,3 miliar (-1,7% PDB).
Defisit transaksi berjalan tersebut dapat dikompensasi oleh arus modal dan keuangan yang masuk ke Indonesia sebesar US$ 29,3 miliar dan US$ 29,2 miliar, sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran masih surplus sebesar US$ 12,1 dan US$ 11,6 miliar, sehingga cadangan devisa Indonesia meningkat hingga pernah mencapai tertinggi sebesar US$ 132 miliar.
Memasuki 2018, Bendahara Negara ini mengatakan normalisasi kebijakan moneter menyebabkan pembalikan arus modal dan keuangan dari negara emerging ke Amerika Serikat. Kondisi ini menyebabkan Neraca Pembayaran mengalami tekanan, karena arus modal ke Indonesia yang sebelumnya mencapai diatas US$ 29 miliar pada Tan 2016 dan 2017, kini hanya menjadi US$ 6,5 miliar dalam semester 1-2018.
Penurunan tajam arus modal tersebut ini, dihadapkan pada defisit transaksi berjalan pada semester pertama 2018 yang justru meningkat yaitu sebesar US$ 13,7 miliar, sehingga secara keseluruhan neraca pembayaran Indonesia mengalami defisit sebesar US$ -8,2 miliar.
"Hal ini menggerus cadangan devisa dan menekan nilai tukar rupiah. Masalah inilah yang sedang ditangani pemerintah," tutup dia.(dtf)