Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Sidoarjo
Dua belas tahun silam semburan lumpur Lapindo menyembur di Desa Siring, Porong, Sidoarjo. Namun hingga kini proses pembayaran ganti rugi warga terdampak masih belum tuntas. Lima warga ini adalah buktinya.
Mereka adalah warga Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Sidoarjo. Aset mereka yang terletak di Desa Besuki, Kecamatan Jabon, tersebut saat itu dijadikan tanggul penahan lumpur oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Proses ganti rugi kelima warga itu masuk di Kepres nomor 48 tahun 2008 dan Kepres 41/PRT/P/2018 yang penanganan proses ganti rugi di tangani oleh BPLS yang saat ini berubah menjadi Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS).
Lima aset warga Desa Besuki tersebut berupa bidang tanah seluas 1,7 hektare. Tanah tersebut adalah milik Thoyib seluas 1.972 meter persegi, Marwah (Wahib) seluas 1.300 meter persegi, Musriah (M Ekdar) seluas 1.550 meter persegi, Abdur Rosim (Zakki/Faisol) seluas 4/100 meter persegi, dan Mutmainah seluas 8.100 meter persegi.
Hingga saat ini kelima aset mereka belum mendapatkan ganti rugi. Karena pada saat proses ikatan jual beli pada tahun 2018, menurut PPLS tanah tersebut dinyatakan tanah basah dengan harga Rp 120 ribu per meter persegi. Sementara menurut mereka bahwa tanah tersebut merupakan tanah kering yang seharusnya dihargai Rp 1 juta per meter persegi.
"Sudah 10 tahun kami menunggu proses ganti rugi tanah kami hingga saat ini belum terbayar. Kami harapkan Bapak Presiden Joko Widodo untuk segera membantu proses ganti ruginya," kata Thoyib kepada wartawan, Senin, (17/9/2018).
Thoyib mengatakan pihaknya sudah berusaha semaksimal mungkin terkait status tanah tersebut. Karena tanah itu dinyatakan tanah basah, sehingga pihaknya menempuh jalur hukum. Dan mulai tahun 2010 Pengadilan Negeri Sidoarjo menyatakan bahwa tanah tersebut tanah kering dengan nomor putusan 125-129/PDT/2010/PN Sidoarjo tanggal 12 Agustus 2010.
"Meskipun sudah ada putusan dari PN Sidoarjo bahwa tanah tersebut tanah kering. Namun pihak PPLS belum membayarnya," tambah Thoyib.
Thoyib menambahkan karena tak ada kejelasan pembayaran maka lima warga tersebut sepakat untuk melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta untuk menetapkan status tanah tersebut. Hasil gugatan PN Jakarta Pusat juga menetapkan bahwa tanah tersebut tanah kering dengan nomor putusan 246-2250/PDT/.D.2012/PN JKT.PUSAT.
"Dengan hasil putusan dari PN Jakarta Pusat juga belum ada titik terang untuk pembayaran," terang Thoyib.
Masih kata Thoyib, meskipun sudah dikeluarkan putusan dari PN Jakarta Pusat pihak PPLS juga belum memberikan kejelasan pembayaran. Akhirnya pihaknya mendatangi Mahkamah Agung (MA). MA akhirnya mengeluarkan putusan nomor 27-K/PDT/2015 jo 248/PDT.6.2012/PN JKT.PST yang menyatakan bahwa tanah tersebut adalah tanah kering. Namun hingga saat ini belum ada kejelasan pembayaran.
"Kami harapkan Presiden Joko Widodo untuk membantu proses ganti rugi warga korban lumpur yang belum terbayar," tandas Thoyib.(dtc)