Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Bontang. PT Pupuk Kalimantan Timur (Kaltim) (Persero) berencana membangun pabrik methanol. Pabrik ini akan dibangun di kawasan pabrik pupuk miliknya di Bontang.
Direktur Utama Pupuk Kaltim Bakir Pasaman mengatakan, ide awal untuk membangun pabrik methanol lantaran belum adanya industri petrokimia yang berbasis methanol. Sementara yang ada saat ini hanya industri petrokimia berbasis naphta.
"Kalau methanol itu berasal dari gas alam yang bisa jadi LNG (gas cair), lalu menjadi pupuk urea dan amonia serta methanol. Nah methanol ini turunannya bisa ratusan bahkan ribuan," tuturnya di Bontang, Kaltim, Rabu (19/9/2018).
Untuk naphta sendiri merupakan produk turunan dari minyak mentah. Sementara untuk menyuplai bahan baku tersebut Indonesia masih melakukan impor.
"Sementara gas alam kita punya di sini dan gas alam itu lebih sustaindibanding naphta. Kita masih jarang. Kalau di Korsel dan Jepang itu sudah ada petrochemical methanol, gasnya dia impor dari kita," tambahnya.
Keunggulan dari methanol juga memiliki ratusan produk turunan. Untuk turunan pertama saja methanol bisa menjadi 78 produk yang juga memiliki produk turunan hingga menjadi produk akhir barang-barang rumah tangga.
"Hampir 70% house hold termasuk casing ini dari methanol. Produk house di luar besi itu turunannya methanol," tambahnya.
Pupuk Kaltim rencananya akan membangun 2 pabrik methanol di Bontang. Masing-masing pabrik akan memproduksi sekitar 990 ribu metrik ton per tahun.
Untuk pembangunan dua pabrik diperkirakan akan menelan biaya sekitar US$ 1,6 miliar. Perusahaan juga akan membangun pabrik-pabrik turunan methanol seperti MTO, polypropylene dan polyethylene
"Jadi kalau ditotal mungkin sekitar US$ 2,5 miliar (sekitar Rp 37 triliun dengan perhitungan kurs Rp 14.800) itu nanti kita akan kerjasama dengan pemain yang sudah berpengalaman," tambahnya.
Ada beberapa calon partner yang sudah melakukan pendekatan, seperti Mistui (Jepang), Sojitz (Jepang) dan LG (Korea). Investor yang terpilih akan membentuk perusahaan patungan (joint venture) untuk mengelola kawasan pabrik tersebut.
Pabrik tersebut akan dibangun di lahan seluas 60 hektar. Namun karena keterbatasan lahan, perusahaan akan melakukan reklamasi di Bontang.
Saat ini perusahaan masih melakukan koordinasi dengan SKK Migas. Perusahaan meminta alokasi gas dan harga gas yang kompetitif.
Jika sudah mendapatkan harga yang diinginkan, maka proses tender sudah bisa dilakukan di 2019. Kemudian pada 2020 mulai melakukan tender Engineering, Procurement and Construction (EPC).
"Proses pembangunan pabriknya itu sekitar 36 bulan. Jadi paling cepat 2023 pabrik methanol ini sudah bisa berdiri," tutup Bakir. (dtf)