Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kehadiran Kwik Kian Gie di acara pembukaan Rakernas III PDI Perjuangan di Ancol, 6 September 2013, mengundang perhatian hadirin. Apalagi dia hadir dengan mengenakan kemeja merah lazimnya para kader partai berlambang kepala banteng dengan moncong putih. Maklum, sejak pilpres 2004 dia boleh dibilang menjauh dari PDIP.
Pemicunya adalah kekalahan Megawati dalam pemilu presiden, melawan Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Kwik, kekalahan itu tak lepas dari kerja tiga elit partai yang dinilai kurang becus. Dia menyebut mereka; Sekjen PDIP Sutjipto, Pramono Anung (wasekjen, dan Gunawan Wirosarojo (Ketua DPP PDIP) sebagai 'Gang of Three'. Sebagai bentuk pertanggung jawaban, Kwik meminta ketiganya mundur dari PDIP.
Selain itu, Kwik yang bergabung ke PDI (P) dan menjadi Kepala Litbang sejak 1987 kemudian mendeklarasikan Komite Pemurnian PDIP untuk menyelamatkan PDIP dari kader-kader busuk pada 30 Oktober 2004. Hampir sebulan sebelumnya diamemasang iklan di 11 media cetak tentang gerakan pembersihan dan pemurnian PDIP dimaksud.
Ketika Megawati dan 'Gang of Three' tetap bertahan di kepengurusan partai hasil Kongres II PDIP di Bali, 28 Maret - 3 April 2005, Kwik memilih berada di luar partai. Pada Juni 2006, Kwik bersama ekonom Prof Sri Edi Swasono, Sukardi Rinakit, dan mantan Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto mendeklarasikan Perhimpunan Nasionalis Indonesia.
Kembali ke kehadiran Kwik Kian Gie di Rakernas III PDI Perjuangan di Ancol, rupanya tak terlalu mengejutkan Megawati. Sebagai Ketua Umum yang juga sahabat dekat, dia paham betul karakter Kwik. "Dari dulu saya bilang kalau banyak yang mengeluh soal beliau. Beliau itu kan eksentrik. Biar saja, nanti kembali lagi," ungkap Megawati saat membukar Rakernas.
Sebaliknya, Kwik pun seperti menyimpan kekaguman tersendiri terhadap Mega. Dalam memoarnya yang terbit pada 2017, "Menelusuri Zaman" dia memaparkan momen-momen kedekatannya dengan Megawati. Sejak bergabung dengan PDI di bawah pimpinan Soerjadi pada 1987, Kwik dan Megawati pernah sama-sama menjadi juru kampanye. Keduanya menjadi magnet baru yang menyihir massa untuk berbondong-bondong menghadiri kampanye PDI.
Di tahun-tahun berikutnya, Kwik ikut blusukan bersama Mega menemui konstituen di berbagai daerah dengan cara yang sangat berat. Disebut sangat berat karena pertemuan kerap kali baru bisa terwujud setelah pukul 23.30. Itu pun dalam bentuk hajatan-hajatan keluarga guna menghindari pantauan aparat.
Kwik bersaksi dengan penuh kekaguman betapa Megawati benar-benar menyatu dengan masyarakat yang menjadi konstituennya. Dalam kongres di Surabaya untuk memilih ketua umum PDI pada 1993, misalnya, Megawati menolak untuk menginap di hotel. Dia memilih tidur di Asrama Haji bersama sekitar 1.000 anggota delegasi di dalam kamar sangat sederhana tanpa AC dan penuh nyamuk. "Saya menyaksikan sendiri betapa sekujur badannya berbintik-bintik bekas gigitan nyamuk," kata Kwik.
Beberapa jam setelah amuk massa pada 27 Juli 1996, Kwik Kian Gie dipanggil Megawati di kediamannya, Kebagusan - Jakarta Selatan. Mega menyarankan agar Kwik membuat pernyataan di hadapan puluhan wartawan yang telah berkumpul di halaman. Salah satunya adalah agar menghujat PDI atas terjadinya amuk massa tersebut, lalu menyatakan diri keluar sebagai kader dan anggota PDI. Hal itu harus dilakukan demi kebaikan dan keselamatan Kwik. Tapi dia menolaknya. "Mba Mega, kita mati bareng," timpal Kwik setengah berbisik. (dtc)