Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. PT Inalum kalah dalam gugatan sengketa nilai pajak air permukaan (PAP) terhadap Pemerintah Provinsi Sumatra Utara (Pemprovsu). Pengadilan Pajak Jakarta dalam amar putusannya tidak dapat menerima permohonan banding BUMN tersebut, Selasa (2/10/2018). Atas putusan ini, maka Inalum diwajibkan membayar pajak terutang kepada Pemprovsu untuk masa pajak April 2016-April 2017 sebesar Rp 553 miliar.
Majelis hakim yang dketuai Bambang Basuki, hakim anggota Ali Hakim dan Yohanes Silverius Winoto menyatakan menolak gugatan perhitungan PAP yang digunakan PT Inalum harus menggunakan tarif khusus untuk BUMN.
Ditemui di Jakarta usai mengikuti sidang, Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Provinsi Sumatra Utara, Sarmadan Hasibuan, didampingi Sekretaris BPPRDSU Ahmad Fadli, para Kepala Bidang, Riswan, Rita Mestika dan Victor Lumbanraja serta Kepala Biro Hukum Sulaiman menyatakan, PAP merupakan jenis pajak provinsi yang dikenakan atas penggambilan/pemanfaatan air permukaan. Ketentuan tentang PAP ini diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, kemudian di Provinsi Sumatra Utara diatur dalam Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
“Permohonan banding yang diajukan oleh PT Inalum dan telah diputus oleh majelis hakim adalah untuk masa pajak bulan April 2016 sampai April 2017 atau terhadap tiga belas masa pajak. Putusan majelis hakim ini sudah diduga sebelumnya, karena PT Inalum dalam mengajukan banding tidak memenuhi syarat formal pengajuan banding, yaitu membayar 50% dari pajak terutang yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), sebagaimana diatur dalam UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Paja. Dengan tidak dipenuhinya syarat formal tersebut sehingga tidak dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa," ucap Sarmadan dalam keterangan tertulis yang diterima medanbisnisdaily.com.
Dijelaskan Sarmadan, ada perbedaan dengan permohonan banding untuk masa pajak November 2013 sampai Maret 2016 atau dua puluh sembilan masa pajak. Untuk masa pajak ini PT Inalum melakukan pembayaran 50% dari jumlah pajak terutang, sehingga sejak bulan Mei 2016 secara berkala dua minggu sekali telah dilakukan sidang pemeriksaan terhadap pokok sengketa dan pada sidang pemeriksaan terakhir bulan Februari 2018.
"Pemeriksaan pokok sengketa telah dinyatakan cukup oleh majelis hakim, namun sangat disayangkan sampai saat ini belum ada putusan dari majelis hakim. Padahal sidang pemeriksaannya di Pengadilan Pajak sudah lebih dahulu dilaksanakan dibandingkan masa pajak yang diputus hari ini," katanya.
Usai putusan banding ini Pemerintah Provinsi Sumatra Utara segara akan melaporkannya pada Gubernur Sumatera Utara.
“PT Inalum sendiri ada dua opsi yang dapat dilakukan yaitu menerima putusan majelis hakim atau mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Untuk sikap Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tentu pada kesempatan pertama kami akan melaporkan hasil putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak ini kepada Gubernur Sumatra Utara dan selanjutnya kami akan merumuskan langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," katanya.
Pun begitu, menurut Sarmadan dengan telah diambilnya putusan oleh majelis hakim dengan amar putusan Tidak Dapat Diterima, maka PT Inalum wajib melakukan pembayaran pajak terutang untuk masa pajak April 2016 sampai April 2017 sebesar Rp 553 miliar.
"Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 89 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, bahwa permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak," jelas Sarmadan.
Diketahui, sengketa Banding antara PT Inalum dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara ini telah dimulai sejak bulan November 2013, yaitu pasca berakhirnya Master Agreement Pengelolaan PT Inalum oleh Konsorsium Perusahaan Jepang dengan status PMA. Sejak saat itu PT Inalum menjadi Wajib Pajak Daerah di Provinsi Sumatera Utara.
Persoalan Pajak Air Permukaan PT Inalum ini telah menjadi perhatian besar bagi rakyat Sumatra Utara, PT Inalum akhir-akhir ini juga telah menjadi perbincangan bukan saja secara nasional tapi bahkan internasional setelah mampu membeli saham PT Freeport Indonesia menjadi 51,23%.
Sengketa PAP ini berawal dari terdapatnya perbedaan pola perhitungan antara yang dilakukan Pemprovsu dengan yang dilakukan oleh PT Inalum, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara menghitung PAP PT Inalum dengan menggunakan tarif Wajib Pajak Golongan Industri.Sedangkan menurut PT Inalum menggunakan tarif khusus untuk BUMN.