Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Pemerintah kembali mencari pembiayaan melalui penerbitan obligasi negara ritel dengan seri ORI015. Ini merupakan salah satu cara untuk memenuhi pembiayaan APBN.
Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan Loto Srinaita Ginting menjelaskan, secara umum penerbitan ORI015 memang untuk memenuhi pembiayaan APBN. Namun secara khususnya untuk alokasi kebutuhan dana pengembangan di bidang pendidikan.
"Kita khususkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Jadi kami harap melalui ORI015 ini, bisa mendukung kualitas pendidikan yang diperkirakan kebutuhannya Rp 35 triliun," terangnya di Gedung BEI, Jakarta, Kamis (4/10/2018).
Dalam penerbitan ORI015 ini pemerintah menargetkan bisa mengantongi pembiayaan sekitar Rp 10 triliun. Target itu sudah dihatahkan kepada 17 mitra distribusi yang terdiri dari 15 perbankan dan 2 perusahaan sekuritas.
Tahun ini sendiri pemerintah menetapkan alokasi pembiayaan melalui instrumen surat utang bersifat ritel sekitar Rp 30 triliun. Hingga saat ini pemerintah sudah mengantongi sekitar Rp 17 triliun melalui penerbitan surat utang bersifat ritel.
"Tapi kalau nanti animonya besar ya kita lihat lagi nanti. Sebenarnya bisa menyesuaikan. Kalau SBN ritel demand-nya lebih tinggi berarti mengurangi target yang dilelang. Penerbitan di domestik kan bisa lelang, private placement dan SBN ritel, mana yang terjadi peningkatan," terangnya.
ORI015 sendiri sudah resmi diluncurkan melalui Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun masa penawaran akan berlaku pada 4-25 Oktober 2018.
Pemerintah lewat ORI015 menawarkan tingkat kupon 8,25%. Tingkat kupon itu bersifat tetap selama masa tenor 3 tahun atau jatuh tempo pada 15 Oktober 2021.
Pembayaran kupon pertama dilakukan pada 15 November 2018. Pembayaran kupon akan dilakukan setiap tanggal 15 per bulan. ORI015 juga mensyaratkan minimum holding periode selama 2 kali pembayaran kupon.
Pemerintah menetapkan minimum pemesanan sebesar Rp 1 juta. Sementara maksimalnya Rp 3 miliar. Pemerintah telah menunjuk 15 bank dan 2 perusahaan efek sebagai agen penjualannya. (dtf)