Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. 160 Pelajar Indonesia tertahan di Oman karena tidak diizinkan untuk menyeberang ke Yaman. Bagaimana mereka bisa tertahan di Oman?
Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Yaman menceritakan, Selasa (9/10/2018). 160 Orang itu adalah mahasiswa dan mahasiswi resmi yang menuntut ilmu di pelbagai lembaga pendidikan di Yaman.
Pertengahan Juli 2018, atau akhir Syawal 1439 Hijriyah, menjadi awalan cerita. Saat itu adalah masa awal liburan musim panas. Para pelajar Indonesia memanfaatkan waktu liburan untuk pulang ke Tanah Air. Ada pula yang berhaji ke Arab Saudi.
"Saya sendiri juga pulang ke Indonesia," kata Izzuddin yang asli Surabaya ini.
Liburan berakhir sekitar dua pekan lalu, sekitar akhir September. Izzuddin balik lagi ke Yaman. Kenapa mereka harus ke Oman dulu? Kenapa tidak langsung ke Yaman saja? Jawabannya, mereka tidak bisa langsung mendarat di Yaman karena negara itu sedang dilanda peperangan.
"Jadi di antara mereka banyak yang baru pulang liburan dari Indonesia, ada juga yang haji, ada juga pelajar baru tahun pertama," kata Izzuddin.
Izzuddin dan 160 pelajar lainnya harus masuk ke Yaman via Oman. Namun kesulitan yang mereka temui di pos perbatasan Oman-Yaman membuat mereka tercengang.
"Waktu balik sekitar dua pekan lalu (di perbatasan Oman-Yaman), kaget ada peraturan seperti itu," kata dia.
Peraturan yang mengagetkannya adalah warga negara asing Oman dilarang menyeberang ke Yaman. Tak ada pemberitahuan dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) sebelumnya, bahwa mereka dilarang masuk ke Yaman oleh pemerintah Oman.
"Dari KBRI tidak ada pemberitahuan sama sekali," kata Izzuddin.
Menurut Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Lalu M Iqbal, pemberitahuan larangan menyeberang perbatasan Oman ke Yaman sudah ada sejak 2015. Pertimbangannya adalah keamanan nasional Oman. Sejak saat itu, pihak Kemlu menyosialisasikan ke pesantren-pesantren agar tak ada lagi yang menuntut ilmu ke Yaman.
Oleh karena ada desakan dari pemerintah Indonesia, yang peduli dengan akses para pelajar WNI ke Provinsi Hadramaut (Yaman), maka pemerintah Oman memberi dispensasi selama tiga tahun sejak konflik 2015 bagi WNI untuk bisa menyeberang ke Yaman. Namun sejak Mei 2018 larangan itu dipertegas tanpa pengecualian: semua warga asing dilarang menyeberang ke Yaman.
Namun hal berbeda dilihat oleh Izzuddin. Dia melihat hanya warga Indonesia saja yang tak bisa melintas dari Oman ke Yaman. Pelajar dari Malaysia, Thailand, Brunai Darussalam, Singapura bisa menyeberang dengan mudah. Pelajar negara-negara Arab, Pakistan, dan India juga begitu. Pelajar dari negara-negara Afrika bahkan bisa masuk menyeberang ke Yaman cukup hanya dengan menelepon kedutaannya.
"Karena itu saya heran, apakah diplomasi kita ini kalah dengan negara-negara lain, sampai-sampai warga negaranya terkatung-katung di perbatasan," kata dia. "Memalukan sekali buat kami."
Setelah itu, pelajar Indonesia mencari penginapan, hotel, dan apartemen sewaan di kawasan Salalah, Oman, sambil menunggu peluang untuk bisa menyeberang ke Yaman, dan menantikan bantuan dari KBRI Yaman yang kini berkantor di Salalah juga. Para pelajar bisa menginap di Salalah karena dibantu oleh pihak kampus dari Yaman.
"Itu adalah upaya pihak kampus, bukan upaya dari KBRI/Kemlu," kata dia.
Kemudian PPI Indonesia menulis surat aduan ke Kementerian Luar Negeri dan menulis keterangan pers pada Selasa (8/10) kemarin, untuk memberitahu pemerintah dan publik bahwa pelajar Yaman tertahan di Oman. Pihak pemerintah Indonesia kemudian mulai datang mendata para pelajar yang menunggu supaya bisa menyeberang ke perbatasan.
"Alhamdulillah setelah kami kirimkan surat aduan ke Kemenlu, DPR, dan lainnya, juga press release yang kami keluarkan, KBRI tergerak untuk menangani teman-teman kami," tuturnya.
Kini sebagian mahasiswa sudah bisa menyeberang ke Yaman dengan cara-cara individual, termasuk Izzuddin sendiri. Namun banyak yang masih berada di Salalah. "Laporan yang saya terima, mereka saat ini masih di hotel menunggu langkah konkret dari pemerintah," kata Izzuddin yang kini sudah berada di Yaman. (dtc)