Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kontestasi politik antara kubu capres nomor urut 01, Joko Widodo, dengan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, diisi dengan saling adu emosi. Hal itu terlihat dari beragam isu yang mencuat belakangan ini, khususnya terkait kasus hoax Ratna Sarumpaet.
Pendapat di atas disampaikan Direktur Eksekutif lembaga survei Median, Rico Marbun via pesan singkat, Rabu (10/10/2018). Rico menyarankan agar baik kubu Jokowi maupun Prabowo sadar bahwa Pilpres merupakan ajang adu gagasan, bukan adu emosi.
"Masing-masing kandidat tidak berusaha bertarung secara dominan dengan menggunakan rasio, tapi lebih senang mengaduk-aduk emosi pemilih yang nanti nya akan terpolariasi ke salah satu kandidat," kata Rico.
Rico memahami, bahwa dengan mengaduk emosi pemilih akan lebih menimbulkan efek bagi elektabilitas paslon. Namun, sayangnya potensi konflik yang timbul dengan cara tersebut juga cenderung besar.
"Kedua kandidat sebaiknya sadar bahwa pilpres ini ajang adu kuat gagasan, bukan adu otot," ujarnya.
Di sisi lain, Rico juga menyoroti adanya saling lapor antar kedua kubu yang menjadi buntut dari kasus hoax Ratna. Meskipun sebenarnya hukum memang tempat untuk menyelesaikan sengketa, namun saling gugat dan saling lapor tersebut bisa menjadi pisau bermata dua.
"Di sisi lain, bila overdosis, ada juga ancaman politisasi aparat hukum, yang itu bisa saja tidak terjadi secara fakta, tapi sudah terlanjur terbentuk secara persepsi. Di sini aparat harus netral senetral-netralnya," tutur Rico.
Apalagi, kata Rico, jika kemudian kasus hoax Ratna ini menjadi berkepanjangan hingga mempengaruhi peta Pilpres 2019. Salah satunya ke arah pembatalan kepesertaan salah satu kandidat, yakni Prabowo yang juga dilaporkan karena ikut menyuarakan kebohongan Ratna.
"Ini sangat berbahaya dan memancing konflik horizontal," ujar Rico.
"Geger Pilkada Jakarta silam, salah satunya ditunjukkan oleh data survei, kuatnya persepsi ada keberpihakan dan ketidaknetralan oknum instrumen hukum pada salah satu kandidat," imbuhnya.
Untuk itu, Rico meminta baik kubu Jokowi maupun Prabowo untuk segera menyudahi persoalan ini. Dia tidak ingin, kasus ini kemudian berbuntut panjang menjadi perpecahan di antara masyarakat Indonesia.
"Pilpres itu ajang adu otak, bukan adu otot. Daripada rakyat ikut berantem, bagusnya dua kandidat kasih sarung tinju suruh naik ring. Biar rakyat nggak ikut 'bonyok'," pungkas Rico. (dtc)