Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Bogor. Pembakar hutan dan terdakwa korupsi menggugat ahli IPB dengan total Rp 3,51 triliun. Gugatan ini dinilai mengancam kebebasan akademik.
Dua pakar IPB itu adalah Prof Bambang Hero Saharjo dan Dr Basuki Wasis. Bambang digugat oleh pembakar hutan PT JJP, sedangkan Basuki oleh terdakwa korupsi Nur Alam yang telah divonis 15 tahun penjara.
"Gugatan terhadap 2 pakar lingkungan hidup IPB merupakan hal yang aneh," kata ahli hukum Universitas Udayana (Unand) Bali Jimmy Usfunan, Kamis (11/10/2018).
Sebab, jika kesaksian ahli mereka itu tidak diikuti oleh hakim, maka peristiwa gugatan ini tidak mungkin dilakukan. Dari segi kepastian hukum, langkah gugatan hukum ini menjadi tidak tepat.
"Ini menjadi fenomena menarik, kesaksian yang sifatnya 'pertimbangan' kepada majelis hakim, menjadi suatu obyek gugatan. Kalau ditarik dalam logika peradilan tata usaha negara, maka ini sama dengan obyek yang tidak menimbulkan akibat hukum," ucap Jimmy.
Dalam menjalankan profesinya, para pakar IPB ini melekat Undang-Undang No 12 Tahun 2011 tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 8 ayat (1) dan ayat (2) berbunyi:
Dalam penyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan.
Upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu dilakukan oleh sivitas akademika dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.
"Ketentuan ini menunjukkan bahwa kewajiban menggunakan kebebasan mimbar akademik, merupakan otoritas dan wibawa ilmiah menyatakan secara terbuka dan bertanggung jawab secara keilmuannya demi kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia," cetus Jimmy.
Apabila tidak sependapat dengan ahli di persidangan, maka dapat dilakukan dengan menghadirkan para ahli yang berbeda perspektif, bukan menggugat.
"Sebaiknya, Pengadilan yang menerima gugatan kedua pakar ini, mengkaji baik-baik dalam mengadili gugatan ini nantinya karena obyek gugatan tidak jelas," cetus Jimmy.
Pasal 3 huruf g UU Pendidikan Tinggi juga menyebutkan batasan penggunaan kebebasan mimbar akademik dan otonomi keilmuan adalah asas tanggung jawab, yakni menjunjung tinggi nilai-nilai agama, nilai persatuan bangsa dan peraturan perundang-undangan.
"Apabila hal yang buruk ini kemudian terjadi gugatan itu dikabulkan, maka akan menjadi preseden buruk ke depan, akan berkurangnya orang-orang yang dengan keahliannya berani mengungkapkan kebenaran di Pengadilan. Jika sampai itu terjadi, apa jadinya negeri ini?" pungkas Jimmy.
Lalu apa tanggapan KPK atas gugatan di atas? KPK menyebut gugatan itu adalah gugatan gila.
"Kerugian yang diminta kepada ahli, kepada Pak Basuki Wasis, itu gila juga. Ada Rp 1 miliar lebih plus kerugian imateriil sampail Rp 3 triliun. Anehnya, yang disangkakan itu sudah terbukti di pengadilan tingkat pertama dan banding. Bahkan kesaksian pak Basuki Wasis dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam pengadilan. Saya berharap pada masyarakat agar kita selalu memperhatikan semua proses yang terjadi di pengadilan, termasuk pada Badan Pengawas di MA, dan Komisi Yudisial untuk memperhatikan proses ini," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.
Kasus ini masih bergulir di PN Cibinong. (dtc)