Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Ponorogo - Reog Ponorogo diupayakan menjadi salah satu warisan budaya United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak tahun 2010.
Selain menanti keputusan dari UNESCO, Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni mengatakan ada upaya lebih yang harus dilakukan, utamanya bagi masyarakat.
Ia mengambil contoh batik, keris dan angklung yang sudah dikenal dan dicintai di seluruh Indonesia sehingga seolah-olah sudah menjadi milik bersama. "Seperti keris dan batik. Keris itu museumnya ada dimana-mana, angklung juga masuk kurikulum. Reog saya rasa masih di Ponorogo saja yang banyak, tiap desa ada reog," ungkapnya kepada detikcom, Selasa (16/10/2018).
Untuk itu agar masyarakat di Indonesia, tak hanya di Ponorogo, mengenal tentang reog, maka event yang melibatkan reog juga harus lebih sering digelar. "Harusnya lembaga dan paguyuban nonpemerintah getol membuat event dengan reog dan di-publish jadi biar masyarakat lain pun tahu soal reog," tutur Ipong.
Ipong menjelaskan, UNESCO juga tidak mau jika hanya pemerintah yang aktif sebab hal-hal yang bersifat kebudayaan yang aktif seharusnya adalah masyarakat, bukan pemerintahnya.
Menurut Ipong, reog berpotensi untuk dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Apalagi belakangan reog mulai makin banyak dipentaskan dalam berbagai kesempatan. Seperti yang terjadi di Hongkong baru-baru ini.
Di tahun 2017, Komunitas Reog Ponorogo (KRP) di Hongkong kabarnya kebanjiran order pentas. Mereka diminta tampil ke Macau, Taiwan, serta beberapa kedutaan di Hongkong. Hal ini menunjukkan reog mampu menjadi magnet untuk memikat warga asing untuk mempelajari kesenian tersebut.
Upaya Ponorogo untuk memasukkan reog menjadi salah satu warisan budaya bernilai tak benda ke UNESCO telah dilakukan sejak tahun 2010. Namun karena tak kunjung ada kabar, reog kembali diusulkan di tahun 2016.
"Katanya sudah lama daftarnya, sejak 2010. Karena tidak ada kabar, saya coba usulkan lagi tahun 2016 kemarin itupun baru direspon tahun 2017 ini," tutur Ipong beberapa waktu lalu.
Namun sayang, reog baru bisa disidangkan UNESCO pada tahun 2020 mendatang. "Karena menangani seluruh dunia, jadi harus antre lama. Bahkan keris dulu ngurusnya butuh waktu hampir 12 tahun," tambahnya. dtc