Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta
"Yang paling sulit adalah mengubah pola pikir orang. Tidak ada manusia yang pernah mati karena kemiskinan. Semuanya karena ketidaktahuan."
Itu adalah kata-kata Arunachalam Muruganantham, pria yang diberi julukan Pad Man. Pad yang berarti pembalut tersebut disematkan kepada julukan Arunachalam atas jasanya yang begitu luar biasa pada kehidupan para wanita di India.
Arunachalam adalah seorang pengusaha sosial asal India yang mengubah cara India memandang menstruasi. Kisahnya yang luar biasa sampai difilmkan dan mendapatkan banyak sekali respons positif dan menjadi salah satu film biopik paling laris di India.
Arunachalam menemukan mesin pembuat pembalut murah untuk bisa membantu warga India mengubah cara pandang hidup tentang penggunaan pembalut yang lebih higinenis. Perjuangannya tidak mudah namun dia tak pernah menyerah.
Semua berawal pada tahun 1998, saat dia menikahi seorang wanita bernama Shanthi. Jika para wanita di Indonesia bingung antara memilih pembalut bersayap atau non-sayap, di India dilemanya justru lebih kompleks. Cara-cara yang tidak higienis seperti kapas, abu atau lap kain digunakan sebagai pembalut karena harganya yang mahal.
"Idenya berasal dari istri saya. Di desa kami, perempuan tidak mampu membeli pembalut karena harganya mahal dan tidak terjangkau oleh keluarga miskin. Saya bertanya kepada istri saya dan diberitahu bahwa dia harus mengurangi separuh dari anggaran susu kami untuk bosi membeli pembalut saniter," katanya dalam sebuah wawancara, seperti dikutip dari successstory.com, Rabu (17/10/2018).
Bahan baku untuk membuat pembalut di India biayanya sebesar 0,1 rupee, tetapi produk akhirnya bisa dijual 40 kali lipat dari harga itu. Wanita di daerah pedesaan di India pun menggunakan kain kotor dan koran selama masa menstruasi mereka.
Dia sendiri sempat mencoba memakai pembalut sendiri selama seminggu untuk merasakan bagaimana tidak enaknya menjadi wanita yang mengalami menstruasi, namun harus bertahan menggunakan pembalut yang tak higienis.
"Awalnya, saya meminta istri dan saudara perempuan saya untuk menjadi relawan, tetapi mereka menolak. Menstruasi masih dianggap tabu dalam budaya di India. Saya menempelkan pad (bantalan) ke kandung kemih dengan darah binatang. Dan rasanya sungguh tidak enak," kata dia.
Fakta tersebut memutuskannya untuk mencoba memproduksi pembalut sendiri. Hal ini dilakukannya demi perempuan dalam keluarganya dan komunitas di desanya agar memiliki kehidupan yang higienis dan sehat selama masa menstruasi.
"Saya melakukannya untuk istri saya dan para wanita di komunitas kami, yang harus menderita dengan tidak higienis, karena tabu sosial dan harga pembalut yang tak terjangkau," katanya.
Selama dua tahun yang panjang, dia berjuang untuk memahami rahasia materi pembalut. Tak cuma menemukan bagaimana serat selulosa membantu bantalan ini bisa menyerap dan mempertahankan bentuknya, dia juga merancang mesin produksi pembalut berbiaya rendah.
Mesinnya yang sederhana dapat dioperasikan oleh siapa saja, dengan pelatihan minimal. Kreasi inovatifnya dibangun hanya dalam biaya 65.000 rupee. Jika dibandingkan, mesin asing harganya bisa mencapai US$ 540.000, sedangkan harga mesin Arunachalam hanya US$ 1.000.
Arunchalam menggunakan pulp kayu olahan olahan dari pemasok di Mumbai. Dia giling dengan mesin penggiling, defibrat dan sterilkan bantalan di bawah ultraviolet, sebelum mengemasnya untuk dijual.
Pencarian Arunachalam sendiri sempat menjadi bahan olok-olok. Dia dikucilkan oleh komunitas dan keluarganya, bahkan ditinggalkan oleh istrinya dalam 18 bulan pernikahan mereka. Ironis saat istrinya justru menjadi orang yang menginspirasi Arunachalam.
Tapi Arunachalam tidak menyerah dan terus bereksperimen dan meningkatkan produknya. Penemuannya kemudian secara luas dipuji sebagai langkah kunci dalam mengubah kehidupan perempuan di India.
Mesin-mesin yang diproduksinya menciptakan lapangan kerja dan penghasilan bagi banyak wanita di pedesaan India. Bantalan yang terjangkau juga memungkinkan banyak perempuan desa untuk mencari nafkah selama menstruasi. Inovasinya telah mengilhami banyak penduduk lokal di Coimbatore, kampung halamannya di India.
Pada tahun 2006, IIT Madras mendaftarkan penemuannya untuk Penghargaan Inovasi Teknologi Akar Rumput Inovasi dari National Innovation Foundation.
Ia juga mendirikan 'Jayaashree Industries' setelah mendapatkan pendanaan yang cukup. Mesin Arunachalam sangat dipuji oleh para ahli industri karena kesederhanaan dan keefektifan biayanya.
Keberhasilan mesin inovatif Arunachalam telah menarik banyak perusahaan korporasi besar untuk mengkomersialkan usahanya. Namun, pria rendah hati itu menolak semua uang yang ditawarkan. Sebaliknya, ia memberdayakan para wanita pedesaan dengan menyediakan mesin-mesinnya untuk SHGs - Self-Help Groups, yang dijalankan oleh para wanita.
"Produk saya ditargetkan untuk wanita pedesaan. Saya tidak punya rencana untuk menghasilkan uang untuk diri saya sendiri. Yang ingin saya lakukan adalah memberdayakan perempuan pedesaan di negara kita. Saya akan terus bekerja dengan SHGs, untuk menyediakan pembalut murah bagi para wanita di daerah terpencil dan desa," ungkapnya.
Saat ini, mesin-mesin produksi pembalut buatannya dapat memproduksi pembalut dengan biaya kurang dari sepertiga biaya bantalan komersial. Produknya telah dipasarkan di 23 dari 29 negara bagian India. Arunachalam saat ini berencana untuk memperluas produksi mesin-mesin ini ke 106 negara.
Inovasi Arunachalam Muruganantham telah membantu lebih dari 300 juta wanita di dunia. Pada tahun 2014, Arunachalam masuk ke dalam daftar 100 Orang Paling Berpengaruh di Dunia versi majalah Time. Pada tahun 2016, Arunachalam Muruganantham dianugerahkan gelar Padma Shri oleh Pemerintah India. Dia dipuji sebagai inovator revolusioner.
Arunachalam Muruganantham sangat percaya setiap orang bisa menjadi Pad Man.
"Saya merasa, itu adalah tanggung jawab saya untuk menciptakan lebih banyak Pad Man di India. Orang-orang sudah pasti berubah. Lebih banyak orang melakukan percakapan terbuka tentang kebersihan sanitasi. 20 tahun yang lalu, tidak ada yang berani membicarakannya," ungkapnya.(dtf)
EDITOR HISAR HASIBUAN