Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Proyek Meikarta tersangkut masalah hukum. KPK menetapkan sembilan orang tersangka setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap dugaan suap mengenai perizinan proyek Meikarta.
Melihat dari kasus pembangunan kawasan hunian Meikarta di Bekasi yang tersangkut kasus suap perizinan tersebut, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengaku, sistem perizinan yang diajukan di pemerintah daerah (Pemda) tidak ada standarnya.
Ia menjelaskan, ada sejumlah kesulitan yang dialami para pengembang properti lain. Contohnya seperti sistem perizinan yang diajukan untuk kebutuhan pembangunan tidak bisa didapat dengan mudah.
"Kalau untuk teman-teman yang lain sama lah ya mengenai kesulitan kita nggak bisa standarkan itu (perizinan). Kan beda-beda dari pelayanan di Pemda kan berbeda-beda ada yang susah ada yang gampang, ada yang sudah bagus kemudian masih ada yang belum," jelas dia, Jumat (19/10/2018).
Ia menjelaskan, sistem yang diajukan para pengembang properti untuk membangun kawasan di berbagai daerah memiliki standar yang berbeda-beda. Hal tersebut bisa terjadi karena berbagai faktor, salah satu di antaranya yaitu sumber dan fasilitas untuk melayani dari Pemda yang kurang optimal.
"Kalau teman-teman di daerah cerita ke saya juga 'oh iya ini gampang,' 'oh iya ini sulit.' Iya soal sulitnya itu kan dipicu oleh berbagai hal. Misalnya resource-nya di Pemda juga kurang, pengajuan overload itu macam-macam lah itu penyebabnya," jelas dia.
Sebagai informasi, beberapa waktu lalu Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin ditetapkan sebagai tersangka kasus suap izin proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Neneng diduga telah menerima commitment fee dalam kasus ini sebesar Rp 13 miliar dari pihak Meikarta. Suap diberikan kepada dinas-dinas tersebut untuk berbagai izin pembangunan proyek Meikarta.(dtf)