Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Kuala Lumpur. Hoax (berita bohong) merupakan ancaman serius bagi ketahanan kebangsaan masing-masing negara antarbangsa ke depan, termasuk di kawasan ASEAN. Hoax akan menjadi komoditas elit untuk berbagai tujuan kebangsaan bersifat tendensius bagi suatu kelompok, khususnya pihak-pihak yang ingin merubuhkan ketahanan kebangsaan yang sudah mapan.
Assoc Prof Dr Baharuddin Aziz, pakar komunikasi internasional berkedudukan di Kuala Lumpur, Malaysia, mengemukakan itu dalam suatu perbincangan khusus dengan Ketua PWI Sumatra Utara (Sumut), H Hermansjah, dan pengurus PWI Sumut lainnya, di Hotel Sani Chow Kit, Kuala Lumpur, Malaysia, Jumat malam (19/10/2018).
Baharuddin Aziz yang juga Guru Besar Universitas Antarbangsa Malaysia, dalam kesempatan itu hadir bersama sejumlah profesor lain saat jamuan makan malam dan diskusi aktual antarbangsa dengan PWI Sumut yang melakukan muhibah ke Malaysia selama 4 hari. Pertemuan itu difasilitasi Alumni 4 B Malaysia di antaranya Datuk Munawar bin Haji Nur dan Datuk Wira Haji Jamaluddin bin Haji Abdul Rahim.
"Hampir seluruh negara, termasuk di kawasan ASEAN, akan diserang secara gencar oleh hoax. Ironisnya, generasi muda yang cenderung euforia terhadap melejitnya media sosial sebagian besar condong terpengaruh dan menikmati berita hoax secara seronok. Itu yang berbahaya, karena merubuhkan sendi-sendi aktual dan faktual, baik di bidang kebangsaan, politik, sosial kemasyarakatan, ekonomi dan lainnya," ujar Ketua PWI Sumut, H Hermansjah, Minggu (21/10/2018).
Baharuddin Azis selain di Universitas Antarbangsa Malaysia juga tercatat mengajar di sejumlah unversitas terkemuka di Malaysia di antaranya University of Technology Mara. Katanya, pers sebagai komponen strategis kebangsaan harus bangkit dengan kekuatan penuh melawan serbuan hoax antarbangsa. Dalam hal ini, pers Indonesia dan Malaysia dapat menjadi garda terdepan menangkal serbuan itu.
Dialog intens antara pers Sumut dengan awak media Ipoh, Perak, yang sudah terjalin konkret dua tahun terakhir, dibuktikan dengan adanya saling berkunjung dan berdialog, baik media Ipoh ke Sumut dan dibalas oleh pers Sumut yang dikoordinir PWI Sumut ke Ipoh. Menurut Baharuddin Aziz, hal itu sudah cukup menjadi cikal bakal bagi terbentuknya semacam forum yang akan mengawal informasi berjalan normatif, sekaligus menghempang hoax.
Kekerabatan produktif dan profesional antara PWI Sumut dengan wadah media Ipoh, Baharuddin Aziz, layaknya dikembangkan ke tingkat lebih luas yang tak hanya mencakup kawasan regional, sehingga secara umum akan terbentuk wadah dialogis antihoax antara pers nasional Indonesia dengan media Kerajaan Malaysia.
"Wadah itu lah yang akan menjadi garda terdepan dalam membentuk komunitas jurnalis antihoax antarbangsa minimal di tingkat ASEAN guna mencerdaskan masyarakat menyikapi setiap informasi, sehingga berita hoax akan terpental dengan sendirinya. Dengan kompetensi profesional pers ASEAN dengan tetap mengedepankan azas cek dan ricek, maka masyarakat akan terbiasa pula cek dan ricek," ujarnya.
Baharuddin Aziz yang juga Exco Member International Council of Islamic Finance Educators (ICIFE) Malaysia, juga berharap pewarta selalu melakukan konfirmasi dan tabayun agar berita-berita yang ditulis menjadi berimbang serta bisa mengedukasi masyarakat, sekaligus menjadi lembaga kontrol.
Menurutnya, jika awak media sudah terbiasa cover both side dan melakukan konfirmasi dalam menulis berita, maka media mainstream bisa menjadi penangkal hoax. "Tapi parahnya ada (media massa) yang kemudian justru menjadi pembuat atau penyebar hoax. Itu yang harus dicegah," ujarnya.
Karena itu, lanjut Baharuddin Aziz, jika terbentuk komunitas pers antihoax antarbangsa , itu juga menjadi penting dalam pendataan dan sertifikasi para pewarta antarbangsa agar masyarakat mendapatkan kenyamanan menerima fakta yang diberitakan.
Tren penyebaran hoax terutama melalui dunia maya menurutnya tidak bakal surut dan bakal tetap ada karena efektif digunakan untuk menghantam berbagai kepentingan, termasuk kinerja pemerintah. Hoax akan selalu ada mewarnai informasi apalagi jika di suatu negara seperti Indonesia sedang menghadapi kegiatan politik akbar atau pesta demokrasi nasional seperti Pilpres dan Pileg 2019.
Untuk menangkal hoax, menurut Baharuddin Aziz, perlu peran pers yakni dengan menyajikan pemberitaan yang benar, sesuai fakta dan berimbang. Media mainstream harus jelas dan tegas menjunjung profesionalisme pers. Pers harus independen, memihak kebenaran dan kepentingan rakyat, serta tidak takluk pada kepentingan pemodal.