Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Sanur. Paket wisata ke Bali untuk turis China yang dijual terlalu murah, bikin geleng-geleng kepala. Masa iya liburan 4-5 hari plus tiket pesawat PP cuma Rp 2,5-3 juta?
Seorang tour guide yang tergabung dalam Bali Tourism Board (BTB), Benny Fonda menjelaskan biaya itu jauh di bawah rata-rata turis yang biasa berwisata ke Bali. Dengan rentang waktu berlibur selama 4-5 hari, menurut hitungannya wisatawan yang berkunjung ke Bali menghabiskan uang minimal sebesar USD 600.
"Tarif normal standar turis yang ke Bali menginap di hotel bintang 4 yaitu USD 600 atau kalau dirupiahkan sekitar Rp 9 juta. Biaya itu belum termasuk tiket pesawat," kata Benny di kawasan Sanur, Bali, Senin (22/10/2018) petang.
Lantas bagaimana travel China bisa memberikan harga murah? Rupanya ada kerja sama dengan beberapa toko yang memberikan subsidi.
"Sekarang yang ada ini mereka toko-toko ini nggak ada pasokan tamu yang pasti, langsung ke hulunya atau whole marketnya di China. Mereka mengatakan, 'mau nggak kalau tour fee kamu USD 250, saya kasih diskon USD 30? Pasti mau. Oke tapi tolong masukin ke toko ini'. Tapi subsidi (dari toko-red) ini tidak diberikan ke travel agent di China langsung tapi ke travel agent lokal. Jadi program tur ini sudah ada, permintaan travel agent di sana (China), lokal nggak bisa menolak," urainya.
Benny mengatakan paket tur murah itu biasanya dibeli oleh 60-65 persen dari 1,3 juta wisatawan asal China yang berkunjung ke Bali. Sehingga pasar wisatawan ini dinilai tak memberi keuntungan bagi pengusaha lokal.
"Tapi satu yang harus temen-temen pahami semua biaya tur tetap terbayar. Pesawat tetap terbayar, hotel tetap terbayar, resto tetap terbayar, bus tetap terbayar tapi bukan dari tamu tapi toko-toko ini. Misal, tur fee kita USD 200, satu toko subsidi USD 30 jadi USD 170, ada permintaan lagi nggak mungkin dengan satu toko, dia buka toko kedua dan ketiga. Semakin banyak subsidi yang dimasukin, sistem gamblingnya di situ. Jadi tamu ini tidak tahu jika dia mendapat subsidi," jelas pria yang sudah 26 tahun bekerja sebagai guide itu.
Benny menambahkan dengan paket wisata seharga Rp 2,5-3 juta itu, para wisatawan akan lebih banyak mengunjungi toko-toko yang memberikan subsidi. Padahal barang-barang yang dijual di toko tersebut mayoritas merupakan produk China yang diklaim produk Bali atau bahkan Indonesia.
"Kalau 5 hari ini biasanya mereka jalannya ke Tanah Lot, kemudian ke Pasar Guwang, Pura Batuan atau ke Ubud Market, dengan Puri Ubudnya, sorenya masuk ke toko shopping lateks atau apa. Hari kedua water sport ke Tanjung, kemudian ke Uluwatu kemudian belanja. Hari keempat mereka beli paket cruise ke Lembongan atau Nusa Penida atau ada yang minta ke Kintamani, ke pemandian air panas kemudian hari kelimanya mereka pulang," sambung Benny.
Dia menambahkan praktik subsidi per kepala ini sebenarnya sudah ada sejak 30 tahun lalu. Namun baru 2-3 tahun belakangan ini, usai erupsi Gunung Agung, praktik ini mulai bikin jengah para pelaku usaha.
"Karena dulu subsidinya nggak besar. Sekarang ngawur mungkin bisa USD 150 per kepala dari toko. Makanya kalau diamati hotel-hotel yang diinap itu bukan lagi hotel yang ada pinggir pantai atau berarsitektur Bali, mereka ke budget hotel. Karena ini subsidi, tamu pun nggak dapat kepuasan untuk berwisata yang baik, karena mereka nggak bisa komplain," terangnya.
"Lonjakan subsidi baru 2 tahun ini, lebih parah ketika erupsi Gunung Agung. Mereka charter flight menjual dengan harga yang sama dengan ketika belum erupsi Gunung Agung itu mereka mendapat kesulitan, kemudian travel agent di sana meminta berkomunikasi dengan travel agent di sini yang sebelumnya disupport mereka karena mereka merasa nggak enak ya begini. Mereka bisa dipulihkan begini ya mereka menyelamatkan investor juga," sambungnya. (dtt)