Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Menteri Perhubungan diminta untuk segera mengeluarkan surat keputusan menteri tentang asuransi tanggungjawab maskapai, demi melindungi hak-hak konsumen, dalam hal ini hak para pengguna angkutan udara.
Pengamat transportasi udara, Jeremy S Tobing, didampingi Jimmy Ambarita kepada wartawan di Medan, Kamis (1/11/2018) mengatakan, dikeluarkannya surat keputusan menteri tentang asuransi tanggungjawab maskapai tersebut sejalan dengan Peraturan Menteri Perhubungan No 77 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara yang direvisi ke dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011, Perpres No 95 Tahun 2016 tentang Pengesahan Convention For The Unification Of Certain Rules For International Carriage By Air (Konvensi Unifikasi Aturan-Aturan Tertentu tentang Angkutan Udara Internasional) dan Konvensi Montreal Tahun 1999.
Jeremy S Tobing mengatakan, dalam peraturan-peraturan tersebut, maskapai wajib untuk mengasuransikan penumpang, bagasi dan cargo. “Besaran klaim asuransinya sudah ditetapkan dalam Konvensi Montreal 1999, dimana Indonesia telah meratifikasinya,” jelasnya.
Jeremy mengatakan, Peraturan Menteri Perhubungan No 77 Tahun 2011 tentang Tanggungjawab Pengangkut Angkutan Udara yang direvisi ke dalam Peraturan Menteri Perhubungan No 92 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 77 Tahun 2011 sendiri sudah menyebutkan kewajiban maskapai untuk mengasuransikan penumpang, cargo dan bagasi, di luar asuransi hull (badan) pesawat. “Saat ini yang sudah dilakukan maskapai di Indonesia masih mengasuransikan hull pesawat. Sedangkan penumpang, cargo dan bagasi pesawat belum,” jelasnya.
Jeremy mengatakan, Pasal 16 ayat (1) dari Peraturan Menteri Perhubungan No 77 Tahun 2011 yang direvisi ke dalam Peraturan Menteri No 92 Tahun 2011 berbunyi Tanggungjawab pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib diasuransikan oleh pengangkut kepada satu atau gabungan beberapa perusahaan asuransi.
Sedangkan Pasal 2 sendiri berbunyi Pengangkut yang mengoperasikan pesawat udara wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka, hilang atau rusaknya bagasi kabin, hilang, musnah, atau rusaknya bagasi tercatat, hilang, musnah, atau rusaknya kargo, keterlambatan angkutan udara dan kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
“Untuk membayar kerugian tersebut, maskapai mengasuransikannya kepada perusahaan asuransi, bisa satu perusahaan asuransi atau gabungan perusahaan asuransi,” jelasnya.
Pasal 16 ayat (7) dari peraturan menteri tersebut berbunyi Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 ayat 1, 2 dan 3 tersebut ditetapkan melalui Keputusan Menteri. “Persoalannya sampai saat ini belum ada keputusan menteri yang dikeluarkan Menhub untuk kewajiban maskapai mengasuransikannya. Padahal Permenhub itu sendiri sudah mewajibkan yakni dalam bentuk program asuransi tanggungjawab pengangkut angkutan udara,” tegasnya.
Jeremy mengatakan, pihaknya sendiri tidak mengetahui kenapa pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan belum mengeluarkan keputusan menteri tentang program asuransi tanggungjawab pengangkut angkutan udara tersebut.
“Namun dengan diratifikasinya Konvensi Montreal Tahun 1999 oleh pemerintah melalui Perpres No 95 Tahun 2016 tentang Konvensi Unifikasi Aturan-Aturan Tertentu tentang Angkutan Udara Internasional ini, maka pemerintah seharusnya mewajibkan maskapai untuk mengasuransikan penumpang, bagasi dan cargo, di luar asuransi hull pesawat yang selama ini sudah dijalankan maskapai,” jelasnya.
Jeremy juga menegaskan dengan diratifikasinya Konvensi Montreal 1999 tersebut, maka mengenai besaran klaim yang wajib dibayarkan kepada pengguna angkutan udara yang dirugikan oleh pihak maskapai, juga harus mengacu kepada konvensi tersebut.
“Contohnya, penumpang yang meninggal akibat kecelakaan pesawat wajib mendapat klaim asuransi sebesar 113.100 special drawing rights (SDR) dan jika dikonversi ke dalam mata uang rupiah, maka setiap penumpang memperoleh sekitar Rp 2,387 miliar,” tegasnya.
Karena itu, pihaknya mendorong Menteri Perhubungan untuk segera mengeluarkan keputusan menteri tentang program asuransi tanggungjawab pengangkut angkutan udara.