Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Beberapa waktu terakhir laporan terkait utang online membanjiri Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta. Korban melaporkan bunga yang terlalu tinggi hingga privacy yang terganggu karena kerabat dekat diteror oleh penagih utang.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi menjelaskan pihak regulator sudah berdiskusi dengan beberapa pihak yang mengaku korban tersebut.
"Kami sudah diskusi dengan beberapa pihak yang mengaku korban fintech lending ini, setelah kami teliti ternyata rata-rata mereka pinjamnya lebih dari 10 (aplikasi) bahkan ada yang sampai 19 fintech ilegal. Mereka pinjam dan ngemplang," ujar Hendrikus di Gedung Wisma Mulia 2, Jakarta, Selasa (13/11/2018).
Menurut dia korban tersebut memang sengaja ngemplang ke 19 fintech lending yang ilegal. "Jadi ini adalah tempat pertemuan mereka yang berkarakter buruk melakukan transaksi online," jelas dia.
Hendrikus menjelaskan mengajukan kredit ke fintech yang legal tidak mudah. Dibutuhkan persyaratan yang bisa digunakan perusahaan untuk menganalisa calon peminjam. Misalnya dengan melampirkan keterangan bekerja, slip gaji, kartu identitas hingga pengecekan ke kantor tempat calon peminjam bekerja.
Dia menyebut fintech legal yang resmi saat ini sudah menyalurkan kredit Rp 18 triliun hingga Rp 20 triliun. Dana tersebut sudah dialirkan hingga ke pelosok daerah. Pengguna fintech legal sudah mencapai 3 juta pengguna dan tersebar di seluruh Indonesia.
"Jadi kalau ada 3 juta pengguna transaksinya bisa 6 juta. Artinya setiap orang melakukan transaksi dua kali dengan kredit bermasalah 2%," imbuh dia. (dtf)