Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) oleh Gubernur, Wali Kota dan Bupati masih menuai polemik. Pasalnya, penetapan tersebut tidak berdasarkan standart kebutuhan hidup layak (KHL) yang diatur di dalam UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Namun, penetapan UMP maupun UMK hanya berdasarkan PP 78/2015 yang secara langsung bertentangan dengan UU, karena membatasi kenaikan UMP maupun UMK hanya 8,03 % setiap tahun. Maka dari itu serikat buruh mengusulkan agar Dewan Pengupahan yang dibentuk pemerintah untuk dibubarkan.
"Kalau pemerintah dalam hal ini wali kota dan bupati hanya ikuti PP 78/2015 dalam penetapan upah yang ditolak para buruh, lebih bagus dibubarin aja itu yang namanya Dewan Pengupahan," ujar Ketua DPW FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo, ketika dikonfirmasi, Jumat (23/11/2018).
"Untuk apa ada mereka kalau hitungannya berdasarkan inflasi plus pertumbuhan ekonomi, anak TK pun tau ngitung kenaikan upah itu," sindirnya.
Menurutnya, yang seharusnya di hitung upah buruh adalah KHL, dimana ada 60 item KHL buruh untuk hidup sebulan, itupu masih hitungan seorang buruh lajang saja. Willy menuding Pemerintah Sumut memang tidak peduli sama buruh dan tidak punya nurani. Saya berulang kali katakan UMK buruh di Sumut sangat tertinggal jauh dari kabupaten kota lain di Indonesia.
"Buruh kita di Medan dan Deli Serdang sudah harus bekerja ganda untuk hidupi dirinya sendiri, kejam kali Gubsu, Bupati, Wali Kota kita di sumut ini yang tidak mau melihat kondisi buruh sumut," tegasnya.