Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Sabtu sore (24/11/2018) Desa Barus Jahe, Kecamatan Barus Jahe, Kabupaten Karo, Sumatra Utara, dipadati oleh masyarakat yang ingin menyaksikan pementasan tater tradisional "Gurda-gurdi" di desa mereka. Pertunjukan ini merupakan kerja sama pemerintah desa setempat dengan Rumah Karya Indonesia (RKI) Medan dan sejumlah seniman, antara lain, Anton Sitepu, Palumun Ginting, Fuad Erdiansyah, Winarto Kartupat.
Pertunjukan diawali dengan karnaval budaya yang berlangsung sore hari. Peserta karnaval mengenakan kostum burung menirukan "Gurda-gurdi" yang didesain Winarto Kartupat. Setelah itu peserta berkunjung ke sejumlah situs budaya dan ke taman seribu bunga. Pementasan "Gurda-gurdi" sendiri berlangsung pada malam harinya.
Arts Director, Anton Sitepu, Minggu (25//11/2018), mengatakan, ada ratusan anak-anak yang terlibat dalam pertunjukan ini. Antara lain berperan sebagai penari dan pemusik.
Cerita "Gurda-gurdi" sendiri adalah salah satu legenda dari Karo yang mengisahkan tentang seekor burung sakti yang rupanya mirip burung Enggrang. Dikisahkan, burung ini memiliki pantangan dimana ekornya tidak boleh disentuh (versi lain menyebut, paruhnya). Karena kesaktiannya itu, burung ini ditugaskan menjadi pengawal permaisuri kerajaan.
Pada satu waktu, saat pesta berlangsung di kerajaan itu, karena kagum dengan keindahan bulunya, permaisuri yang tidak tahu pantangan itu, mengelus ekor burung itu. Hal itu membuat burung itu marah dan bermaksud menyerang permaisuri. Seluruh pasukan kerajaan pun balas menyerang "Gurda-gurdi" hingga tewas.
Setelah peristiwa itu, penghuni kerajaan baru sadar bahwa telah terjadi kesalahpahaman. Seluruh penghuni kerajaan menyesali perbuatannya. Selama berhari-hari mereka menangisi kematian burung yang merupakan kesayangan kerajaan itu. Selama itu hujan pun turun menandai kesedihan mereka.
Dalam satu versi, dikatakan cerita itulah yang mendasari ritus memanggil hujan dalam budaya masyarakat Karo. Bila kemarau berkepanjangan, masyarakat Karo akan menggelar ritual memanggil hujan dengan menari yang pesertanya mengenakan topeng burung.
Direktur Pertunjukan, Brevin Tarigan, menambahkan, pertunjukan “Gurda-Gurdi” malam itu, juga diselingi dengan penampilan Antha Prima Ginting, Sesly br Sitepu, dan Kasro Sembiring. Tidak hanya itu, pemutaran film berbasis budaya juga ditayangkan dan didukung oleh UPT Taman Budaya Sumatera Utara, Dinas Pariwisata Sumatera Utara.