Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Berbagai argumen yang disampaikan Edy Rahmayadi, termasuk di antaranya cinta kepada Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI), sehingga tidak harus meletakkan jabatannya sebagai ketua umum secara logika dinilai tidak masuk akal. Terutama kaitannya dengan posisi sebagai Gubernur Sumatra Utara yang dalam waktu sama diembannya.
"Sebagai bentuk tanggung jawab moralnya, Edy seharusnya melakukan evaluasi sudah seperti apa dia menjalankan tugas antara pimpinan organisasi olahraga terpopuler itu dengan kepala daerah di Sumut," kata pegiat demokrasi dan hak azasi manusia dari lembaga Suluh Muda Indonesia, Kristian Redison Simarmata, kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (6/12/2018).
Mengutip pernyataannya saat wawancara dengan salah satu televisi swasta nasional yang menyebutkan bahwa dia capek, ujar Kristian, baik sebagai Ketua Umum PSSI maupun Gubernur Sumut, keduanya sama-sama membutuhkan konsentrasi tinggi. Oleh karenanya Edy harus memilih salah satu dari keduanya.
"Sebagai bekas perwira tinggi masak dia tidak tahu memilih skala prioritas yang harus dikerjakan dengan tuntas," ujar Kristian.
Terangnya, karena Edy mengaku sudah mempersiapkan "kitab suci" bertajuk "Menuju PSSI 2045" sebagai panduan bagi pembangunan sepakbola nasional, baik dalam hal pemain, wasit maupun pelatih, itu artinya siapa saja yang memimpin PSSI bisa menerapkannya. Tidak harus Edy.
Sejumlah peristiwa yang terjadi dalam pentas persepakbolaan Indonesia akhir-akhir ini disebutkan Kristian sebagai indikasi kegagalan Edy memimpin PSSI. Tidak hanya kekalahan beruntun tim nasional di event AFF, tetapi juga perkelahian antar suporter serta skandal pengaturan skor. Fakta-fakta itu tidak bisa dipungkiri sebagai bukti kegagalannya memimpin.
Dalam waktu bersamaan Edy harus mengurusi 33 kabupaten/kota di Sumut yang tidak terkira beratnya. Pada waktu berdekatan selaku ada peristiwa penting, seperti bencana alam, yang menuntut perhatian. Misalnya, longsor di Mandailing Natal belum lama ini.
"Itu semua membutuhkan konsentrasi penuh untuk menyelesaikan dengan tuntas," terangnya.
Membuktikan kecintaannya kepada sepakbola nasional, dikatakan Edy tidak mesti mengurusi PSSI. Hal itu bisa diperlihatkan dengan cara membangun tim sepakbola lokal di Sumut. Misalnya, PSMS Medan. Agar klub tersebut berkembang maju, perlu dipersiapkan sarana dan prasarana serta SDM. Seperti stadion berkapasitas internasional. Jika hal tersebut dilakukan, tentu Sumut tidak hanya diwakili satu klub sepakbola di liga elit nasional seperti sekarang. Tetapi bisa lebih sebagaimana Jawa Timur.
Membenahi PSMS yang terancam degradasi ke kasta lebih rendah hingga kemudian bisa mencetak prestasi nasional atau bahkan International, jika bisa dilakukan Edy, tidak kalah prestisius nilainya dibanding mengurusi PSSI. Dari daerah lahir tim hebat yang membanggakan bangsa. Dengan demikian Sumut jadi lebih bermartabat.
"Jadi, apa yang dikatakan Edy cinta pada PSSI sehingga dia tidak mau mundur dari jabatan ketua umum, logikanya tidak masuk akal. Kalau dia berani mundur dari jabatan Pangkostrad yang tugasnya sangat berat untuk memimpin Sumut, masak mundur dari PSSI tidak mau," tegas Kristian.