Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) I Ketut Diarmita mengatakan ekspor dari subsektor peternakan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Volume ekspor per September 2018 naik sebesar 52,99% dan nilainya naik 194%.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementan, volume ekspor sub sektor peternakan pada tahun 2018 sejak Januari hingga September sebesar 183.414 ton dengan nilai US$ 474.193.507. Dengan demikian terhitung volume ekspor naik sebesar 52,99% dan sementara nilai ekspor meningkat sebesar 194% jika dibandingkan dengan volume dan nilai ekspor Januari-September tahun 2017 yaitu sebesar 119.885 ton dan US$ 161.171.933.
"Kita harapkan volume dan nilai ekspor subsektor peternakan di triwulan akhir tahun 2018 ini akan terus mengalami peningkatan," ujar I Ketut dalam keterangan tertulis, Kamis (6/12/2018).
Hal itu ia ungkap saat Rapat Koordinasi Teknis Nasional (Rakonteknas) pada Rabu, kemarin di Hotel Lombok Raya, Nusa Tenggara Barat.
Ia melanjutkan, berdasarkan data realisasi rekomendasi ekspor Ditjen PKH, capaian ekspor peternakan dan kesehatan hewan pada 3,5 tahun terakhir (2015-2018 semester I) mencapai Rp 32,13 triliun. Kontribusi ekspor terbesar pada kelompok obat hewan yang mencapai Rp 21,58 triliun menembus ke 87 negara tujuan. Selain itu, ekspor babi ke Singapura sebesar Rp 3,05 triliun.
Lalu, produk susu dan olahannya juga menghasilkan sebesar Rp 2,99 triliun menembus pasar di 31 negara. Kelompok pakan ternak tumbuhan menyumbang Rp 3,34 triliun yang masuk ke 14 negara. Beberapa produk lain seperti produk hewan non pangan, telur ayam tetas, daging dan produk olahannya, pakan ternak, kambing/domba, Day of Chicken (DOC), dan semen beku juga diungkap menyumbang devisa cukup besar tahun ini.
"Langkah dan kebijakan Kementan dalam mewujudkan visi Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia pada 2045 terus diupayakan bersama para pemangku kepentingan," ucap I Ketut.
Ia menambahkan, saat ini masalah kesehatan hewan dan keamanan produk hewan menjadi isu penting dalam perdagangan internasional, bahkan menjadi hambatan dalam menembus pasar global. Untuk itu diperlukan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan sektor peternakan, terutama dalam penerapan standar-standar internasional mulai dari hulu ke hilir.
"Untuk peningkatan nilai tambah dan daya saing produk ekspor, Kementan terus mendorong komitmen semua pihak dalam mewujudkan konsep One Health dalam penanganan penyakit zoonosis," jelas I Ketut.
Ia mengaku pihaknya terus membangun kompartemen-kompartemen Avian Influenza (AI) dengan penerapan sistem biosecurity. Kompartemen tersebut saat ini sudah berkembang menjadi 141 titik dari awalnya 49 titik, ditambah 40 titik yang masih dalam proses untuk sertifikasi.
"Kita terus mendesain kegiatan ini agar peternak lokal dapat menerapkan dengan baik dan kompartemen-kompartemen yang dibangun diakui oleh negara lain," terang I Ketut.
Sementara untuk penjaminan keamanan pangan, Ketut mengatakan, saat ini sudah ada 2.132 unit usaha ber-NKV (Nomor Kontrol Veteriner). Nomor ini merupakan bukti tertulis yang sah bagi terpenuhinya persyaratan sanitasi higienis sebagai jaminan keamanan produk hewan pada unit usaha produk hewan.
Pihaknya pun melirik peluang besar permintaan dari negara di daerah Timur Tengah dan negara lain di kawasan Asia. Pemanfaatan potensi tersebut dapat dilakukan dengan penjajakan keunggulan produk Indonesia, salah satunya adalah produk halal.
"Jaminan kehalalan juga dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk ekspor produk peternakan ke wilayah Timur Tengah dan negara dengan penduduk mayoritas muslim lainnya dan ini harus kita manfaatkan," pungkasnya.(dtf)