Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Katowice. Pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk mengawal implementasi dampak perubahan iklim semakin mendekati akhir. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya telah menerima surat dukungan dari Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Dituturkan Siti, pihaknya telah menerima secara resmi dukungan dari Menkeu Sri Mulyani terkait pembentukan BPDLH. Seperti diketahui, BPDLH merupakan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup dan Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup.
Surat dukungan dari Menkeu Sri Mulyani tertanggal 3 Desember 2018 itu diterima Siti pada Selasa (4/12) pekan ini di sela-sela Konferensi Perubahan Iklim PBB atau COP24 di Katowice, Polandia.
"Terima kasih pada Bu Menkeu Sri Mulyani, yang meskipun tidak bisa hadir namun tetap mengikuti perkembangan dari Tanah Air," ujar Siti kepada wartawan di Katowice, Polandia, Kamis (6/12/2018).
"Ini semakin memperjelas kesiapan Indonesia melaksanakan implementasi kesepakatan Paris (Paris Agreement) dan yang paling penting menjalankan amanat UUD 1945 Pasal 28H," sebutnya.
Diketahui, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kemenkeu bersama mengupayakan pembentukan BPDLH agar segera bisa beroperasi untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana lingkungan hidup, dan meningkatkan keterlibatan berbagai pihak di dalamnya.
Rencana pembentukan BPDLH ini telah dibahas selama beberapa waktu terakhir. Diungkapkan Menteri Siti bahwa saat ini sudah ada mekanisme dan kesiapan bagi setiap dukungan dana guna mengatasi lingkungan, termasuk dampak perubahan iklim.
"Langkah ini penting sebab sudah cukup banyak prestasi masyarakat Indonesia dalam upaya mengatasi dampak perubahan iklim, seperti reduksi emisi gas rumah kaca yang menjadi indikator," ungkapnya.
Diketahui bahwa NDC (Nationally Determined Contribution) Indonesia dalam rangka mengendalikan dampak perubahan iklim adalah mengurangi emisi sebesar 29 persen pada tahun 2030, dan hingga 41 persen jika mendapat dukungan internasional. Data sementara menunjukkan Indonesia telah mencapai penurunan emisi 8,7 persen tahun 2016 dan 10,8 persen tahun 2017.
"Dengan adanya mekanisme keuangan ini, kita berharap dukungan internasional dan juga dalam negeri, seperti dana reboisasi dan lainnya nanti bisa diatur. Semoga semakin mudah dan mendatangkan kebaikan," harap Siti.
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) COP24 yang digelar 2-14 Desember di Katowice fokus pada pembahasan implementasi Paris Agrement yang disepakati pada 12 Desember 2015 dalam COP21 di Prancis. Tujuan jangka panjang dari Paris Agreement adalah menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat Celsius di atas level pra-industri dan membatasi kenaikan suhu global rata-rata pada 1,5 derajat Celsius, karena hal ini akan secara substansial mengurangi risiko dan dampak perubahan iklim.
Untuk mencapai tujuan jangka panjang itu, dibutuhkan tindakan-tindakan iklim (climate action) oleh setiap negara, dengan melibatkan transparansi framework seperti mitigasi dan adaptasi, juga dukungan finansial, capacity building hingga teknologi transfer. Sekjen PBB Antonio Guterres dalam pembukaan COP24 menegaskan bahwa faktor dukungan finansial menjadi hal sentral dalam menyokong dan menjamin terlaksananya tindakan-tindakan iklim yang dicanangkan masing-masing negara.(dtc)