Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com- Medan. Sebuah seminar membahas tentang pariwisata Danau Toba digelar di Ruang Gaharu, Hotel Grand Aston, Medan, Kamis (13/12/2018). Beberapa persoalan mengemuka dan membutuhkan upaya lebih serius untuk menjadikan Danau Toba seperti yang diharapkan.
Seminar ini digelar Forum Jurnalis Pariwisata (Forlispa), yang baru dibentuk sekitar 4 bulan yang lalu. Acara dibuka Kepala Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT), Arie Prasetyo dan menghadirkan pembicara-pembicara yang kompeten di bidangnya, yakni Kepala Departemen Antropologi Universitas Sumatra Utara (USU), Fikarwin Zuska; dosen etnomusikologi USU yang sudah melanglang buana mempromosikan budaya melalui karya-karya musiknya, Irwansyah Harahap, dan Pemimpin Redaksi Harian MedanBisnis yang banyak menulis tentang Danau Toba, Bersihar Lubis.
Menurut Ariew Prasetyo, cukup banyak yang sudah dilakukan pemerintah dalam menggairahkan pariwisata Danau Toba, antara lain jalan tol yang menghubungkan satu daerah ke daerah lain, pembangunan kapal dan pelabuhan, kegiatan yang mendorong kreatifitas mengangkat ulos, belajar bersama maestro.
Menurutnya, ada 5 hal yang penting untuk berjalan secara paralel dan tidak boleh dipisahkan, yakni atraksi, aksesibilitas, amenitas, sumber daya manusia (SDM), dan promosi. Menurutnya, atraksi budaya di masyarakat sekitar Danau Toba sangat berpotensi untuk menjadi daya tarik, selain alamnya yang luar biasa.
Pembangunan jalan tol, bandara dengan penerbangan langsung dari beberapa kota atau negara, progresnya juga semakin positif. Dari sisi amenitas, pembanguan hotel dan homestay juga sudah dilakukan dan terus berproses. Begitu halnya dengan masyarakatnya dan juga promosi.
Dikatakannya, produk-produk yang sudah diciptakan harus 'dijual' dan dilakukan secara paralel. Tidak bisa seperti yang di Filipina, dengan menutup sementara lalu membukanya setelah dua tahun membangun. "Wisatawan sudah datang, kita terus membangun," katanya.
Menurutnya, untuk mendukung pariwisata Danau Toba juga harus bisa digali narasi yang lebih luas selain yang sudah banyak dieksplorasi. Misalnya, keindahan alam, seperti di Labuhan Bajo, bisa ditemukan di Danau Toba.
Mengawetkan leluhur juga dilakukan masyarakat di sekitar. "Ini perlu dinarasikan dengan soft. Hal-hal baru harus diceritakan agar orang bisa lebih eksplor lagi, tidak hanya yang sudah ada, harus ada sesuatu yang baru," katanya.
Fikarwin Suzka mengatakan, narasi Toba harus dibangun. Danau Toba ini melingkupi 7 kabupaten dengan 4 suku bangsa yang memiliki keterhubungan kuat secara historis, yakni Toba, Simalungun, Pakpak, dan Karo. Namun, hanya Toba yang menonjol.
Kurang maksimalnya partisipasi Simalungun, Karo dan harus ditingkatkan karena akan memperkaya keragaman masyarakatnya. Pasalnya, masing-masing memiliki adat dan budayanya.
Irwansyah Harahap mengatakan, tahun 1980 - 1990 merupakan era keemasan pariwisata Danau Toba. Hal tersebut bisa terbukti dengan dibukanya jalur penerbangan dari Belanda ke Medan yang saat itu masih di Bandara Internasional Polonia. Festival Danau Toba, saat itu ramai dikunjungi wisatawan mancanegara walaupun modalnya dengan berkemah.
"Itub penerbangan penuh dan saya mahasiswa etnomusikologi yang ikut mempromosikan ke Eropa. Hari ini kita kehilangan itu," katanya.
Menurutnya, ada 4 pilar berkolaborasi yang memperkuat pariwisata Danau Toba, yakni akademisi, birokrasi, media dan pelaku pariwisata. Masing-masing menjalankan perannya dan menjadikan Danau Toba sebagai 2nd Greatest Tourism in Indonesia setelah Bali.
"Keadaan itu berubah karena suksesi kepemimpinan, krisis moneter dan bom Bali dan sampai saat ini kita belum bisa bangun," katanya.
Menurutnya, saat ini ada dua keinginan kuat dari dalam dan luar yang mempengaruhi Danau Toba menjadi begitu penting. Baru kepemimpinan saat ini yang berbicara Danau Toba secara khusus sampai dibentuk badan khusus yang menangani pariwisatanya. Dia mengingatkan untuk tidak terjebak dalam benar dan salah.
Dia mencontohkan, di Terowongan Pont d'Alma, Paris, Prancis, tempat tewasnya Lady Diana pada 31 Agustus 1997, kini menjadi tempat wisata untuk mengenang kematiannya.
"Hanya monumen saja, wisatawan yang datang ke sana, orang Perancis tidak. Saya tanya mereka, kenapa bisa begitu, mereka bilang, ah, itu kan kerjaan tourisme. Danau Toba ini punya banyak mitologi, contohnya, asal muasal orang Batak di seluruh dunia, dari Pusuk Buhit, desanya, Sianjur Mula-mula masih ada sampai sekarang dan ada orang yang tinggal di situ. ini kan luar biasa," katanya.
Sementara itu, Bersihar Lubis mengatakan, tahun 1991 - 1994, Danau Toba go international. Musik Batak dan Karo bergema di luar negeri dan menimbulkan pertanyaan ada apa di Sumut. Makanya, wisatawan asing ke Sumut.
Tahun 1990 ada 170.000 turis asing datang ke Danau Toba. Tahun 1996 melesat menjadi 350.000 orang. Saat ini, kunjungan wisatawan asing baru 250.000 orang dan pemerintah menargetkan 1 juta pengunjung hingga tahun depan.
"Bagaimana mendekatinya, itu hampir 300%. Mudah-mudahan ada keajaiban. Tapi saya sedih ketika FDT terakhir di Silalagi berlangsung lengang, sepi. Pedagang dari berbagai daerah malah rugi. Biaya makan bahkan tak cukup. Begitu juga FDT tahun-tahun sebelumnya, semakin menurun," katanya
Beberapa problemnya soal transportasi dan akomodasi hotel yang tidak memadai. Pada FDT tahun ini, 10 km sebelum Silalahi, kondisi jalan masih banyak yang berlubang bahkan ada bebatuan.
"Untuk menikmati ikan bakar terkenal di Silalahi, perut kita harus diguncang dulu, dalam tulisan saya anggap sebagai wisata yang penuh tantangan," katanya.
Menurut Bersihar, sudah masanya FDT tidak lagi ditangani pemerintah kabupaten. Pemerintah provinsi sebagai stakeholder menurutnya perlu memberikan konsesi kepada pemenang lelang untuk mengelolanya.
"Tentu tidak lagi lah berpindah antar kabupaten, misalnya ke Parapat yang fasilitasnya sudah ada. Satu lagi yang penting adalah FDT harus banyak melibatkan komunitas, pemangku kebudayaan yang punya ritus budaya yang masih hidup," katanya.
Ketua Forlispa, Yugo Utomo menjelaskan, seminar ini penting sebagai upaya untuk lebih menggali narasi baru yang bisa mengangkat Danau Toba. Forlispa ingin terlibat lebih banyak dalam pembangunan pariwisata Danau Toba.
"Peran jurnalis sangat penting di sini karena dibutuhkan narasi yang menguatkan potensi Danau Toba yang melingkupi 7 kabupaten dengan adat dan budayanya masing-masing yang masih harus terus digali dan menjadi potensi wisata," katanya.