Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Sejumlah catatan disampaikan pegiat demokrasi dan penegakan hak asasi manusia dari Lembaga Suluh Muda Indonesia, Kristian Redison Simarmata terkait dinamika pemerintahan di Sumatera Utara sepanjang 2018. Hubungannya dengan pemenuhan ekspektasi atau harapan publik, khususnya Sumut Bermartabat sebagaimana dijanjikan Edy Rahmayadi saat Pilgubsu berlangsung.
Diawali dengan proses Pilgubsu 2018 yang berjalan sesuai prinsip demokrasi langsung. Kata Kristian, proses suksesi kepemimpinan gubernur tersebut meninggalkan ketersinggungan di sebagian masyarakat Sumut. Akibat sempat menyeret-nyeret isu primordial atau sektarian seperti suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) dalam kampanye demi memenangkan kontestasi. Jadinya demokrasi yang berjalan adalah demokrasi menang-menangan. Demokrasi tidak berjalan demi mendorong kesejahteraan bagi rakyat.
Ungkapnya, disadari atau tidak, kemunduran proses demokrasi di Pilgubsu berimbas pada kepemimpinan Edy Rahmayadi sebagai gubernur. Ada polarisasi antara yang mendukung dan yang tidak. Seyogianya ketika pertarungan usai semua pihak menerimanya sebagai pemimpin yang sah. Yang terjadi tidak begitu.
"Ibaratnya, ada bara dalam sekam. Ketersinggungan publik itu sulit disembuhkan. Persis seperti yang terjadi di DKI Jakarta, walaupun di Sumut tidak sekeras di sana," terangnya kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (28/12/2018),.
Soal pola komunikasi kepada publik atau masyarakat Sumut, Edy disebutkan belum memperlihatkan dirinya sebagai pengayom. Baik bagi warga biasa maupun kepada kepala daerah di kabupaten/kota.
Dalam berbicara tidak perlu keras, walaupun harus tegas. Sikap keras seharusnya diperlihatkan dalam tindakan, bukan perkataan. Perkataan keras menimbulkan kesan menakut-nakuti. Padahal tugas pengayom bukan membuat orang lain jadi takut.
Terang Kristian, memimpin pasukan berbeda dengan memimpin masyarakat. Akibatnya, Edy jadi sering terjebak dalam persoalan komunikasi. Blunder dan disibukkan dengan upaya mengklarifikasi.
"Seperti pernah diucapkannya saat penyerahan DIPA, awas jangan main-main dengan saya, itu kan tidak humble. Karena pola komunikasinya yang berantakan orang jadi tidak melihat apa yang dikerjakannya," tuturnya.
Setelah 114 hari menjabat Gubernur (sebagaimana dikatakan Edy saat melantik Bupati Batubara, 27/12/2018), hari ini bertambah menjadi 115, Kristian mencermati bahwa Edy dan wakilnya Musa Rajekshah atau Ijeck belum melakukan terobosan apapun dalam melakukan upaya perbaikan di Sumut. Dia masih tergantung pada pembangunan yang dilakukan pemerintah pusat.
Pemerintahan di Sumut saat ini, papar Kristian, asal berjalan saja. Tidak terjadi perubahan signifikan karena tidak ada terobosan apapun oleh Edy. Masih sama seperti yang ditinggalkan gubernur sebelumnya,yakni Erry Nuradi.
"Sumut sekarang seperti auto pilot, tidak ada pemimpin pun pasti akan berjalan begini juga," tegasnya.
Dalam hal penanganan bencana longsor atau banjir di beberapa wilayah, misalnya, Edy dikatakan tidak secara tegas memperlihatkan dimana atau apa titik masalah yang jadi penyebabnya.
Dia hanya mengimbau agar masyarakat berdoa hujan besar tidak turun lagi. Bukan menyatakan penyebabnya adalah perusahaan A yang melakukan penebangan hutan secara membabi buta atau yang lainnya. Tidak mendesak agar jangan ada lagi pembangunan di daerah tangkapan air atau perubahan peruntukan lahan.
Dengan jargon Sumut Bermartabat-nya, Kristian menyebutkan bahwa publik sangat berharap di Sumut terjadi perubahan, perkembangan serta kemajuan.
"Tidak ada alasan bagi Edy menyatakan kepemimpinannya masih baru seumur jagung. Dulu kan saat maju di Pilgubsu dia menyebutkan berbagai kelemahan pembangunan di Sumut, kenapa dia tidak berangkat dari titik itu melakukan perbaikan," katanya.
Di Pilgubsu Edy dan Ijeck sempat menyatakan dimasa lalu Sumut pernah berada di posisi lebih baik dari provinsi lainnya di Indonesia dalam soal pembangunan. Saat ini malah mundur. Akan tetapi sangat disayangkan mereka belum melakukan sesuatu yang signifikan guna mengejar ketertinggalan tersebut.
Guna meyakinkan publik, disebutkan seharusnya Edy menjelaskan pembangunan apa saja yang akan mereka lakukan di 2019. Publik perlu mengetahui adakah mereka akan melakukan sesuatu yang bisa membuat Sumut lebih maju.
"Kalau Edy tidak mengubah pola komunikasinya sebagaimana seharusnya pengayom, tidak melakukan aneka terobosan dalam membangun, maka mimpi Sumut Bermartabat sulit akan terwujud," ujar Kristian.