Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Terhadap kinerja Wali Kota Medan Dzulmi Eldin dalam pengaturan transportasi kota atau transportasi publik pada tahun 2018, disebutkan buruk. Di banyak aspek bisa dikatakan pemerintah seperti tidak berbuat apa-apa. Kalaupun ada aksi yang dilakukan, output atau hasilnya justru memperburuk penataan transportasi, bukan memperbaiki.
Ketua Keluarga Besar Supir/Pemilik Angkutan Kota (KESPER) Sumut Israel menjelaskan itu kepada medanbisnisdaily.com, Sabtu (29/12/2018).
Israel memaparkan sejumlah alasan soal pernyataannya itu. Pertama, peremajaan armada angkutan kota. Sesungguhnya ada ketentuan yang menyebutkan setiap unit angkot harus diremajakan setelah beroperasi selama 15 tahun.
Oleh Wali Kota melalui Dinas Perhubungan dan Polantas ketentuan peremajaan armada angkot itu tidak dilaksanakan. Mereka seperti bersekongkol dengan perusahaan angkot sehingga hingga hari ini masih banyak armada tua yang tetap beroperasi melayani penumpang. Bahkan ada yang sudah berusia 30 tahun.
"Karena ketentuan peremajaan tidak dijadikan, masih banyak armada tua yang sering mogok beroperasi di jalanan," ujar Israel.
Kedua, ada keraguan Dzulmi Eldin menata angkutan online di Kota Medan. Kalaupun tidak melarang angkutan yang mengancam kesinambungan angkot konvensional, seharusnya dilakukan penataan. Agar keduanya bisa sama-sama bertahan. Yang dilaksanakan pemerintah malah mempermudah proses perizinan usaha angkot.
Ketiga, dibebaskannya angkutan kota dalam provinsi (AKDP) beroperasi mengangkut penumpang di dalam kota. Seperti DAMRI, Almasar dan ALS yang melayani penumpang dari Bandara Kualanamu hingga ke Binjai, Stabat, Karo dan sebagainya.
"Moda pengangkutan bandara itu seharusnya cukup sampai terminal Amplas atau Pinang Baris, dari situ kemudian angkot yang mengantarkan ke tujuan lainnya. Bukan seperti sekarang," ungkapnya.
Keempat, penataan pool angkutan yang berada di luar terminal. Ketentuan sebelumnya sesungguhnya memperbolehkan angkutan tersebut mendirikan pool tanpa harus masuk ke dalam terminal. Kemudian oleh Wali Kota diterbitkan aturan baru yang melarang. Untuk itu mereka melakukan penutupan paksa hingga melakukan penyegelan.
Seperti pantauan medanbisnisdaily.com beberapa waktu lalu, salah satu yang disegel dengan cara memasang police line adalah pool bus Sartika di Jalan Sisingamangaraja di kawasan Simpang Limun. Yang lainnya yang mengalami sanksi serupa, Paradep, Sempati dan KUPJ Tour.
Kata Israel, sebelum ditegakkan ketentuan itu seharusnya disosialisasikan terlebih dahulu. Terminal Amplas dan Pinang Baris juga harus sudah dibenahi aspek kenyamanan dan kenyamanannya. Sehingga baik pengelola bus maupun penumpang dengan senang hati masuk kedalamnya.
"Seperti yang pernah kami lihat di terminal Purwosari, Surabaya, disana dilengkapi ruang tunggu yang ber-AC bagi penumpang. Ada bengkel dan pencucian bus, sehingga membuat semua pihak merasa nyaman. Amplas dan Pinang Baris harus dibenahi dulu seperti itu," terangnya.
Anggaran pengelolaan tranportasi kota seperti yang diketahui Israel, pemanfaatannya menjadi pertanyaan besar. Misalnya perawatan halte Rp 45juta perunit, tidak jelas kegunaannya. Lalu biaya Rp 6miliar pertahun untuk maintenance terminal Amplas dan Pinang Baris, juga tidak terlihat hasilnya.
"Sepanjang 2018 Wali Kota Medan nyaris tidak mengurusi penataan transportasi kota. Tahun 2019, kami berharap ada perbaikan agar kota ini layak dianggap sebagai metropolitan," tutur Israel.