Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Rupanya untuk mengetahui ada gempa bumi hingga potensi tsunami, tak sebatas menerjemahkan seismograf. Ada sederet peralatan di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) untuk memantau datangnya bencana alam tersebut.
Jurnalis berkesempatan mengintip dapur BMKG untuk memantau gempa dan tsunami pada Sabtu (29/12/2018). Staf Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Widiyatmoko menjelaskan, BMKG dalam memantau bencana gempa bumi dan tsunami memiliki satu set peralatan untuk melakukan pemantauan gempa bumi dan tsunami.
"Di ruang operasional peringatan informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di BMKG ini kita mempunyai satu set peralatan untuk melakukan monitoring tersebut," kata dia.
Widiyatmoko menunjukan adanya 170 seismeter yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia serta jaringan internasional untuk mendeteksi adanya gempa bumi. Seismeter-seismeter itu dapat terhubung langsung ke ruang tersebut.
"Seismeter itu kira-kira ada 170 buah dan beberapa stasiun jaringan luar negeri. Itu disimbolkan oleh segitiga-segitiga itu," ujarnya.
Selanjutnya, Widiyatmoko menjelaskan tahapan saat diterimanya informasi gempa bumi dari seismeter baik yang tidak maupun berpotensi tsunami sebelum memberikan informasi kepada publik. Terjadinya gempa bumi akan terlihat, diterima dan diolah datanya di alat bernama D1 Seismic Processing System (seiscomp3). Dalam pengolahan data tersebut pihaknya akan mendapatkan informasi terkait titik gempa dan besar getaran gempa bumi tersebut.
Kemudian, dari hasil data D1 Seismic Processing System tersebut jika getarannya melebihi Magnitudo 7 akan langsung terhubung ke alat D2 Back up Toast. Gempa dengan guncangan lebih dari M 7 tersebut akan diolah kembali apakah guncangan tersebut berpotensi tsunami. Setelah hasilnya terlihat kemudian BMKG akan menginformasikan terkait terjadinya gempa bumi di suatu lokasi dan peringatan dini potensi tsunami di wilayah terdekat titik terjadinya gempa.
"Nah ini kelanjutan dari ini di kita untuk warning tsunami itu untuk gempa-gempa yang besar. Taruh saja di atas M 7, ketika ada kasus gempanya M 5,5 atau ke bawah itu biasanya cukup dengan diolah dengan Seiskomp3 kemudian kita informasinya berupa informasi gempa bumi. Ketika kasusnya gempa yang lebih besar, di laut misalnya ataupun biasanya di laut, M 7 ke ataslah ya kemudian kita olah. Misalnya hasilnya M 7 ke atas, nah, dari hasil parameter gempa ini kita masuk ke satu skenario untuk memodelkan ada potensi tsunami atau tidak yang kita sebut sebagai toast," imbuhnya.
Sedangkan guncangan yang skala angkanya di bawah Magnitudo 5 akan langsung terhubung datanya ke D4 Dissemination System. Informasi itu akan langsung dipublikasikan terkait titik gempa dan skala angka guncangan tersebut.
Selanjutnya, Widiyatmoko menjelaskan ketika sudah munculnya informasi guncangan dengan skala tinggi dan peringatan potensi tsunami di daerah tedekat titik gempa. Pihaknya akan mamantau alat bernama D5 Non Seismic Monitoring. Alat ini terhubung dengan pemantau tsunami seperti; tide gauge, buoy, atau GPS.
"Begitu ada muncul di sini ada suatu potensi, ini hitungan ya potensi itu hitungan. Kemudian kita kasih warning peringatan tsunami di lima menit pertama. Jadi informasi gempa bumi sekaligus peringatan tsunami mana-mana yang harus diwaspadai. Kemudian setelah itu kita lihat kita monitoring ada namanya tide gauge untuk mengukur ketinggian gelombang tsunami, kita monitoring di situ," imbuhnya.(dtc)