Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Porsea. Bayi anak pertama M boru Sihotang, warga Dusun Panapparan, Kecamatan Parsoburan, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) akhirnya meninggal di dalam kandungan karena tidak mendapat pertolongan segera dari dokter RSU Porsea, Kabupaten Toba Samosir, dan RSU Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.Tragisnya, sang ibu bahkan sempat menahan kesakitan hebat dan nyawanya terancam karena sempat ditelantarkan hingga 2,5 jam oleh pihak RSU Porsea sebelum dirujuk ke RSU Tarutung karena tidak ada dokter ahli kandungan yang bertugas
.Penderitaan sang pasien ternyata tidak cukup di RSU Porsea. Sesampainya di RSU Tarutung, pasien harus menunggu hingga 3 jam baru ditangani dokter. Karena terlambat mendapat pertolongan, akhirnya sang bayi mennggal dalam kandungan.
Benyamin Simanjuntak, adik ipar pasien pun meminta agar kasus yang menimpah kakak iparnya itu tidak terjadi kepada pasien lainnya. Cukuplah kakaknya jadi korban terakhir.
"Tak pernah terpikir oleh kami warga desa terpencil bahwa pelayanan kesehatan di rumah sakit seperti itu. Begitu kami tiba dari desa di rumah sakit, butuh 2,5 jam petugas rumah sakit baru datang," ujar Benyamin Simanjuntak kepada medanbisnisdaily.com, Jumat (4/1/2019), di Porsea.
Ia menyebutkan, rombongan yang menggunakan mobil ambulans dan sejumlah kenderaan roda dua mengiringi sang kakak yang ingin mendapat pelayanan partus di RSU Porsea sempat emosi melihat situasi lambannya pelayanan. Namun sebagai pihak yang membuthkan pertolongan, apalagi nyawa taruhannya, mereka pun harus bersabar dan memelas dada menahan emosi. Yang penting bagaimana kakaknya segera ditangani.
"Yang perlu kami pertanyakan, apakah pelayanan seperti itu berlaku kepada semua orang atau hanya pada orang seperti kami dari desa terpencil," ucapnya.
Lanjut Benyamin, kakaknya pun gagal mendapat pertolongan doker karena dokter ahli kandungan yang bertugas saat itu tidak berada di tempat. Maka, pasien dirujuk ke RSU Tarutung.
Setibanya di RSU Tarutung, kakaknya juga tidak segera mendapat pertolongan. Tiga jam kemudian petugas RS baru melayani pasien.
"Pertolongan itu benar benar tidak kami rasakan. Setibanya di Tarutung juga kami alami keterlambatan," ucapnya.
Ia pun berharap peristiwa ini tidak terjadi kepada orang lain. Karena nilai nyawa manusia adalah mahal dan sangat berarti. Apabila tidak sanggup menangani secepatnya diberitahu, bukan ditelantarkan.
"Hingga saat ini kami hanya bisa pasrah. Pesan kami, pelayanan rumah sakit janganlah melihat siapa orangnya," paparnya.
Benjamin juga menjelaskan bahwa kedatangan pasien ke RS Porsea juga didampingi bidan desa tetangganya, Mawarni Siagian.
Seorang pasien warga Dusun Panapparan, Kecamatan Parsoburan, Tobasa, yang dalam kondisi hamil tua harus kehilangan anak pertamanya karena terlambat mendapat pertolongan. Saat ia mendatangi RSU Porsea, Tobasa untuk melahirkan, ia tidak tidak mendapat pelayanan dengan alasan dokter spesialis kandungan tidak ada.
"Kami tiba di RSU Porsea kemaren, Kamis (3/1/2019) untuk mendapatkan pelayanan bagi istriku melahirkan (br Sihotang) anak pertama kami. Ternyata kami ditolak dan dirujuk ke RSU Tarutung. Setibanya di sana anak dalam kandungan sudah meninggal," ujar A Simanjuntak, suami pasien,Jumat (4/1/2019).
Dia mengatakan, kesedihan menimpa keluarganya di saat seorang ibu yang akan melahirkan dan sudah kritis ketika kehadirannya di RSU Porsea tanpa ada dokter yang mampu memberikan pelayanan.
Kepala RSU Porsea, dr Tihar Hasibuan membenarkan bahwa ada pasien ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan melahirkan. Namun, pasien dirujuk ke RSU Tarutung sebab di rumah sakit itu ada dokter kandungan yang pada hari itu bertugas atau jaga.
"Saya adalah dokter umum, tidak mungkin saya menangani kelahiran. Dokter kandungan di rumah sakit ini tidak dapat saya hubungi, maka kami rujuk ke Tarutung," katanya.
Ia menyesalkan tindakan dr Sahat Siburian SPOG MKes, dokter kandungan yang seharusnya pada hari itu jaga namun tidak bertugas. Tihar menyebut tindakan itu sebagai sikap tidak patuh pada pimpinan.
"Apapun risikonya saya sudah siap. Ketidakpatuhan dokter kepada tugas dan pimpinan sehingga ada masalah seperti ini," ucapnya seraya menyebut rumah sakit umum Porsea merupakan rumah sakit pemerintah dan sebagai pemilik adalah bupati.
Dokter Sahat Siburian mengakui bahwa saat itu memang dirinya harusnya berjaga di rumah sakit. "Saya akui bahwa tugas atau jaga pada saat itu adalah saya, tetapi sehari sebelumnya sudah saya permisi kepada bidan bahwa saya tidak bisa bertugas," ujarnya.
Dia mengatakan, ketidakhadiran seorang dokter bertugas adalah sesuatu yang boleh apabila ada pengganti dan juga permisi.
"Saya sudah sampaikan sehari sebelumnya agar tugas jaga saya digantikan oleh dr Sintiche," terangnya menyebut ketidakhadirannya juga sempat menghubungi pimpinan rumah sakit tetapi tidak aktif.
Dokter Tihar Hasibuan menyangkal pengakuan dr Sahat Siburian tersebut. Ia tidak mendapat informasi apapun terkait izin ketidakhadiran anak buahnya itu. Bahkan, sewaktu pasien datang ke rumah sakit ia tak henti-hentinya menghubungi dokter kandungan itu melalui seluler tetapi tidak diangkat, sehingga pasien dirujuk ke RS Tarutung.
"Saya saja standby terus, bahkan telepon saya tidak diangkat," katanya mengakui disiplin kehadiran dokter di rumah sakit iyang dipimpinnya itu masih butuh perbaikan.