Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan.Hasil penelitian United Nation (UN) Women dari Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menyebutkan transportasi publik di Kota Medan merupakan yang terburuk. Apa tanggapan Kepala Dinas Perhubungan Medan, Renward Parapat?
"Sebenarnya sih tertinggal tidak, kita sudah punya konsep untuk maju dari sisi tranportasi umum yakni LRT (Light Rapit Trans) dan BRT (Bus Rapit Trans)," ujar Renward, di Medan, Senin (7/1/2019).
Ketua Keluarga Besar Supir/Pemilik Angkutan Kota (KESPER) Sumut, Israel Situmeang dan Sekretaris DPC Organda Medan, Jaya Sinaga bersama sejumlah pengusaha angkutan kota lainnya diakui Renward sudah pernah dibawa untuk studi banding ke Jakarta guna memperluas wawasan, khususnya di bidang tranportasi masal.
"Jangan ada tafsiran pemerintah mau habiskan pengusaha angkutan yang kecil. Memang tuntutan kota, kota metropolitan itu apapun ceritanya angkutan massal harus diwujudkan. BRT dan LRT itu juga konsep yang diterapkan di Jakarta," jelasnya.
Hanya, dia menyebut bahwa LRT dan BRT ketika beroperasi nanti tidak mencakup seluruh ruas jalan Kota Medan.
"LRT dan BRT kan hanya jalur utama, jalan kecilnya tetap butuh angkutan kota. Memang sudah saatnya angkutan kota melakukan peremajaan agar masyarakat yang menggunakan jasa tersebut bisa nyaman dan aman," terangnya.
"LRT dan BRT memang masih dalam tahap pembahasan, kedepan konsepnya seperti itu. Ini jawaban publik tentang transportasi masa yang ada di Medan," imbuhnya.
Hasil penelitian UN Women yang dilakukan tahun lalu tentang kelayakan transportasi publik untuk penumpang perempuan di beberapa kota di Indonesia menempatkan Kota Medan terburuk. Desember lalu di Jakarta hasil penelitian tersebut dipublikasikan lewat sebuah seminar. Diundang sebagai peserta salah satunya Sekretaris DPC Organda Medan, Jaya Sinaga.
Kata Jaya, dibanding Surabaya dan Semarang, layanan transportasi publik untuk perempuan di Kota Medan merupakan yang terburuk. Bahkan tak cuma untuk perempuan, tetapi juga bagi warga penumpang secara keseluruhan.
"Contohnya, terminal, selain kendaraan pengangkut warga ditata dengan baik, fasilitas lainnya (seperti ruang tunggu) disediakan. Coba bandingkan dengan terminal di Medan," ungkap Jaya kepada medanbisnisdaily.com, Sabtu (5/1/2019).
Wali Kota Medan Dzulmi Eldin, terangnya, hanya bisa meminta dan mendesak agar supir dan pelaku usaha angkutan publik berbenah. Pemerintah tidak melakukan apapun untuk berbenah. Soal ketentuan tentang peremajaan angkutan kota agar ada jangka waktu maksimal sebuah kendaraan beroperasi, sampai sekarang belum dimiliki Pemko Medan. Akibatnya masih ada angkot yang sudah berusia 30 tahun tetapi tetap beroperasi.
Banyaknya praktik parkir liar di Kota Medan ikut memperburuk layanan transportasi publik kepada warga. Parkir liar menyebabkan hak angkutan kota dirampas. Jalan raya yang seharusnya menjadi tempat berjalan angkot, berubah menjadi lahan parkir. Kemacetan pun terjadi, warga jadi enggan menggunakan jasa angkot.
"Regulasi tentang transportasi publik di Kota Medan nyaris tidak ada, padahal usaha di sektor ini kan tidak bisa dihentikan," papar Jaya.
Israel Situmeang menambahkan, subsidi kepada para pelaku usaha angkutan kota adalah salah satu cara untuk memudahkan peremajaan armada transportasi publik. Hal itu dapat dilakukan dengan menggandeng sejumlah pihak, terlebih swasta.