Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Simalungun. Pemkab Simalungun resmi memberhentikan ribuan tenaga honorer yang tersebar di sejumlah OPD. Dari sekitar 2.000 lebih tenaga honor, 1.000 lebih akhirnya diberhentikan masa tugasnya melalui surat edaran yang diterbitkan masing-maisng kepala dinas dan badan bulan pada Desember 2018.
Ironisnya, banyak tenaga honor yang justru tidak mengetahui pemberhentiannya, karena tidak menerima surat pemberhentian kerja dari OPD tempatnya bertugas.
Koordinator Forum Honor Simalungun Berjuang (FHSB), Ganda A Silalahi kepada wartawan,Senin (7/1/2019), mengatakan, tenaga honor yang dipastikan diberhentikan sejak 2019 bertugas di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dinas KB dan Pengendalian Penduduk, dan Sekretariat Daerah.
Terkait pemberhentian tenaga honor oleh Pemkab Simalungun yang dinilai Ganda terkesan semena-mena, pihaknya akan melakukan langkah hukum melalui pengacara yang sudah ditunjuk.
"Pemberhentian tenaga honor oleh Pemkab Simalungun terkesan semena-mena, hanya melalui surat edaran. Langkah hukum akan segera dilakukan Forum Honor Simalungun Berjuang melalui kuasa hukum yang sudah ditunjuk," sebut Ganda.
Menurut Ganda, jika memang keuangan pemerintah daerah tidak mampu membayar gaji honor, namun kenapa pemkab memprogramkan kegiatan-kegiatan yang tidak untuk kepentingan masyarakat banyak, seperti mengalokasikan dana pembangunan Gedung Olahraga mini sebesar Rp 20 miliar.
Ganda juga mengungkapkan, saat melamar menjadi tenaga honor, tidak sedikit jumlahnya yang menbayar kepada para kepala dinas atau badan antara Rp 15 juta hingga Rp 25 juta dan ada yang baru bekerja selama satu tahun.
"Tidak manusiawi menurut saya. Masuk honor bayar Rp 15 juta bahkan ada yang Rp 25 juta. Ada yang baru setahun dinas sudah diberhentikan," ujar Ganda.
Anggota DPRD Simalungun, Bernhard Damanik menilai pemberhentian tenaga honor dengan surat edaran pimpinan OPD sangat janggal sekali. Karena pengangkatan dengan surat keputusan (SK) namun diberhentikan dengan surat edaran.
"Ada yang janggal menurut saya. Para tenaga honor diangkat dengan surat keputusan, seharusnya diberhentikan juga dengan surat keputusan, bukan dengan surat edaran," kata Bernhard.