Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Anggota DPRD Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Liston Hutajulu adalah salah seorang yang sangat menyesal atas meninggalnya anak sulung pasangan A Simanjuntak dan M boru Sihotang dalam kandungan karena terlambat mendapat pertolongan dari pihak RSU Porsea dan RSU Tarutung pada Kamis (3/1/2019)
Bercerita kepada medanbisnisdaily.com, Senin (7/1/2019), Liston yang merupakan anggota Komisi B menyatakan pihak keluarga A Simanjuntak sempat menghubunginya melalui telepon saat tengah berada di RSU Porsea. Meminta pertolongan agar dia membantu proses melahirkan istrintya yang tertunda akibat tidak adanya dokter spesialis kandungan di RSU Porsea.
Merespon permintaan tersebut, ujar Liston yang berasal dari Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), dia lalu menghubungi dr Tihar Hasibuan yang tak lain adalah Kepala RSU Porsea.
"Karena dikatakannya dokter kandungan sedang tidak dinas dan beberapa kali ditelepon tidak diangkat, lalu saya bilang padanya supaya dicarikan solusi agar bayi tersebut bisa diselamatkan. Setelah itu kemudian dirujuk ke RSU Tarutung," ungkapnya.
Sayangnya, terang Liston, sesampai di Tarutung si jabang bayi sudah dalam keadaan meninggal dunia. Tak bisa diselamatkan.
"Tanggal 6/1 saya menuju RSU Tarutung guna menjemput pasien, rencananya akan dibawa langsung ke Parsoburan. Selama perjalanan dari Tarutung ibu itu merasa sakit dikarenakan baru empat hari menjalani operasi. Mandege gas ni mobil ipe dang barani be iba, nanget-nangetma (menginjak gas mobil pun saya nggak berani, pelan-pelanlah)," tutur Liston yang juga Ketua DPD Pos Perjuangan Rakyat (Pospera) Sumut ini.
Terhadap pengalaman buruk yang dialami warga dalam hal layanan pengobatan dari pihak RS itu, dia sangat menyesalkan perilaku manajemen RSU Porsea. Mulai dari pimpinan tertinggi hingga seluruh dokter. Tidak seharusnya mereka membiarkan masyarakat tidak mendapat pertolongan dengan alasan ketiadaan dokter yang bertugas. Dan merujuknya ke RS lain yang jaraknya cukup jauh.
Layanan kesehatan, tegas Liston, merupakan satu tugas prioritas yang seharusnya dijalankan dengan baik oleh Pemkab Tobasa. Dalam hal ini oleh Bupati sebagai kepala daerah. Tidak mungkin Tobasa menghasilkan generasi unggul dan berdaya saing jika persoalan kesehatan tak diutamakan.
"Saya sebagai anggota DPRD meminta agar Bupati mengevaluasi manajemen di RSU Porsea. Sangat fatal jika hal ini tidak direspon serius, akan banyak korban berikutnya yang mengalami hal serupa," tutur Liston.
Bayi anak pertama M boru Sihotang, warga Dusun Panapparan, Kecamatan Parsoburan, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa) akhirnya meninggal di dalam kandungan karena tidak mendapat pertolongan segera dari dokter RSU Porsea, Kabupaten Toba Samosir, dan RSU Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.Tragisnya, sang ibu bahkan sempat menahan kesakitan hebat dan nyawanya terancam karena sempat ditelantarkan hingga 2,5 jam oleh pihak RSU Porsea sebelum dirujuk ke RSU Tarutung karena tidak ada dokter ahli kandungan yang bertugas
Penderitaan sang pasien berlanjut. Sesampainya di RSU Tarutung, pasien harus menunggu hingga 3 jam baru ditangani dokter. Karena terlambat mendapat pertolongan, akhirnya sang bayi mennggal dalam kandungan.
"Kami tiba di RSU Porsea kemaren, Kamis (3/1/2019) untuk mendapatkan pelayanan bagi istriku melahirkan (br Sihotang) anak pertama kami. Ternyata kami ditolak dan dirujuk ke RSU Tarutung. Setibanya di sana anak dalam kandungan sudah meninggal," ujar A Simanjuntak, suami pasien, Jumat (4/1/2019).
Dia mengatakan, kesedihan menimpa keluarganya di saat seorang ibu yang akan melahirkan dan sudah kritis ketika kehadirannya di RSU Porsea tanpa ada dokter yang mampu memberikan pelayanan.
Kepala RSU Porsea, dr Tihar Hasibuan membenarkan bahwa ada pasien ke rumah sakit untuk mendapat pertolongan melahirkan. Namun, pasien dirujuk ke RSU Tarutung sebab di rumah sakit itu ada dokter kandungan yang pada hari itu bertugas atau jaga.
"Saya adalah dokter umum, tidak mungkin saya menangani kelahiran. Dokter kandungan di rumah sakit ini tidak dapat saya hubungi, maka kami rujuk ke Tarutung," katanya.
Ia menyesalkan tindakan dr Sahat Siburian SPOG MKes, dokter kandungan yang seharusnya pada hari itu jaga namun tidak bertugas. Tihar menyebut tindakan itu sebagai sikap tidak patuh pada pimpinan.
"Apapun risikonya saya sudah siap. Ketidakpatuhan dokter kepada tugas dan pimpinan sehingga ada masalah seperti ini," ucapnya seraya menyebut rumah sakit umum Porsea merupakan rumah sakit pemerintah dan sebagai pemilik adalah bupati.
Dokter Sahat Siburian mengakui bahwa saat itu memang dirinya harusnya berjaga di rumah sakit. "Saya akui bahwa tugas atau jaga pada saat itu adalah saya, tetapi sehari sebelumnya sudah saya permisi kepada bidan bahwa saya tidak bisa bertugas," ujarnya.
Dia mengatakan, ketidakhadiran seorang dokter bertugas adalah sesuatu yang boleh apabila ada pengganti dan juga permisi.
Dokter Tihar Hasibuan menyangkal pengakuan dr Sahat Siburian tersebut. Ia tidak mendapat informasi apapun terkait izin ketidakhadiran anak buahnya itu. Bahkan, sewaktu pasien datang ke rumah sakit ia tak henti-hentinya menghubungi dokter kandungan itu melalui seluler tetapi tidak diangkat, sehingga pasien dirujuk ke RS Tarutung.
"Saya saja standby terus, bahkan telepon saya tidak diangkat," katanya mengakui disiplin kehadiran dokter di rumah sakit yang dipimpinnya itu masih butuh perbaikan.