Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Jakarta. Kasus prostitusi online yang melibatkan nama artis Vanessa Angel dinilai bisa menjadi momentum untuk mengebut penyelesaian RUU KUHP. Ada wacana DPR akan membuat norma yang bisa menjerat berbagai pihak yang terlibat dalam kasus prostitusi.
Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum dari Fraksi Partai NasDem, Teuku Taufiqulhadi menilai, kasus Vanessa Angel akan jadi momentum dalam pembahasan RKUHP. Dia berjanji DPR akan membuat norma yang bisa menjerat berbagai pihak yang terlibat dalam kasus prostitusi.
"Ini menjadi momentum dalam pembahasan RKUHP. Masalah prostitusi akan kita masukkan dalam KUHP. Jadi, dengan kasus ini, kita akan membuat norma yang bisa menjerat pelaku bisnis itu, pengguna, dan lain-lain," kata Taufiqulhadi saat dimintai konfirmasi, Senin (7/1/2019).
Taufiqulhadi menegaskan pembahasan RKUHP di DPR tidak mangkrak. Menurutnya, pembahasan sebuah rancangan undang-undang tentu melibatkan dua pihak, tak hanya DPR.
"Soal pembahasan RKUHP tidak mangkrak. Tapi kami sedang melakukan sinkronisasi dengan pemerintah. Jika pemerintah sudah siap, sekarang juga RKUHP itu siap kita sahkan. Semua UU di Indonesia akan selalu berada dalam dua tangan: DPR dan pemerintah. DPR sebagai legislator, pemerintah sebagai co-legislator. Jika sebuah RUU tidak bergerak dalam pembahasan, harus dilihat di kedua pihak: legislator dan co-legislator. Demikian juga soal RKUHP," ucap dia.
Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani juga menanggapi soal pembahasan revisi UU KUHP di DPR terkait kasus tersebut. Dia menilai untuk saat ini memang sulit untuk menjerat 'si hidung belang' dengan UU KUHP.
"Memang ada di dalam Undang-Undang ITE itu adalah pasal pidana yang terkait dengan larangan untuk menyebarkan konten, materi yang berbau porno. Tetapi kan kalau dalam bisnis prostitusi online itu kan bukan konten pornonya, wong itu tawar menawar dengan ini biasa. Jadi kalau secara konten mungkin sulit dijerat dengan itu," kata Arsul Sani mengawali perbincangan soal pembahasan revisi UU KUHP di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (7/1/2019).
Arsul lalu menjelaskan kelemahan dari pasal-pasal tentang delik kesusilaan itu hanya bisa menjerat orang yang berprofesi memasarkan prostitusi, sedangkan pelaku dan pengguna jasa prostitusi tidak termasuk di dalamnya.
"Karena itu di dalam RKUHP tentu kami yang di Komisi III harus melihat lagi dan harus mendiskusikan, memperdebatkan apakah soal prostitusi itu dalam hukum kita akan diatur dalam tindak pidana atau tidak," jelasnya.
Arsul juga menanggapi usulan agar pengguna jasa prostitusi dipidanakan. Saat ini, sebenarnya pengguna jasa prostitusi bisa dipidanakan, tapi memang harus ada aduan.
"Hanya pasal perzinaan di dalam KUHP kita yang ada sekarang itu kan pengertiannya adalah hubungan seksual antara laki dan perempuan di mana salah satunya itu sudah bersuami atau sudah beristri dan itu diadukan oleh suami atau istrinya. Jadi tidak merupakan delik biasa yang di mana polisi bisa langsung menindak atas dasar laporan dari siapapun, tidak tergantung apakah dia suami atau istrinya. Itu persoalannya memang ada di sana," ujar Arsul.
Sebelumnya, polisi enggan mengungkapkan detail pembeli jasa esek-esek yang disebut bernama Rian dalam kasus yang melibatkan artis Vanissa Angel. Polisi menyatakan tidak ada pasal yang bisa menjerat pemakai jasa prostitusi. Adapun Pasal 296 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) hanya mengatur hukuman bagi pihak-pihak yang dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain. Ancaman hukuman di Pasal 296 KUHP adalah pidana paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 15 ribu.
Berikut ini bunyi Pasal 296 KUHP:
Barang siapa yang mata pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah.
Pemerintah sendiri sudah menyetujui pria hidung belang dihukum 5 tahun penjara dan dituangkan dalam RUU KUHP. Namun, draft RUU KUHP itu masih mangkrak di DPR.
Sikap pemerintah itu tertulis dalam nota jawaban yang tertuang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 132/PUU-XIII/2015. Nota jawaban itu menanggapi permohonan muncikari Robby Abbas yang menginginkan penikmat prostitusi dipenjara.
"Sekarang ini terdapat pembahasan revisi Rancangan Undang- Undang KUHP yang salah satu pasalnya mengatur sesuai dengan permohonan Pemohon yang diatur dalam bagian keempat tentang Zina dan Perbuatan Cabul Pasal 483 ayat (1) huruf e," demikian sikap pemerintah soal kriminalisasi hidung belang. (dtc)