Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com-Medan. Album musik "Pangalo" yang digarap 2018 di Bandung oleh pemusik muda asal Siallagan, Kabupaten Samosir, Sumatra Utara, Suparto Lumban Raja, masuk dalam best album Indonesia versi sejumlah web musik. Antara lain, kategori 10 Album Terbaik Hari Ini versi POPHARIINI.COM dan 8 Best Albums 2018 versi 8LIGHTMEN.COM.
Kepada medanbisnisdaily.com, Senin malam (7/1/2019), Suparto mengaku senang karena karyanya dilirik dan didengar penikmat musik yang suka dengan karyanya.
"Setelah ini aku rencana mau buat album Batak, dan sekarang lagi ngumpulin duit," katanya.
Album "Pangalo" memang unik. Dari covernya saja orang-orang sudah dibuat penasaran. Album musik ini diberi sub judul "HURJE". "HURJE" di kalangan masyarakat Batak Toba adalah seruan di kampung-kampung untuk memanggil hewan ternak (babi) agar masuk kandang.
Di bawah judul itu ada kalimat tambahan yang berbunyi, "maka merapallah Zarahustra". Zarahustra adalah tokoh rekaan filsuf terbesar di abad modern, Friedrich Nietzsche, dalam bukunya Also Sprach Zarahustra yang menyebut Tuhan telah Mati!
Gambar cover album itu juga nyentrik. Dua orang bertopeng salah satunya mengenakan t-shirt bertuliskan "Pangalo" (bahasa Batak Toba) yang berarti orang yang melawan.
Ada 18 lagu dalam album itu. Di antaranya yang cukup menyolok, antara lain, "Anthem" "Kami adalah Tuhan" "Majenun" "Ribak Otorita"
Warna musik di album ini sangat beragam. Mulai dari hip hop, regae, balada, country, rock dan rock alternatif, yang sesekali bercampur dengan nuansa tradisi. Mendengarnya, telinga serasa disuguhkan antologi aliran-aliran musik yang ada.
Lirik-liriknya juga campur sari dan sangat provokatif. Dalam beberapa lagu, liriknya menggunakan bahasa Indonesia bercampur bahasa Batak Toba.
Dalam lagu "Ribak Otorita" tertulis liriknya //Kami muak menjadi bidak yang diperbudak, dibajak sampai ke otak dan dipalak/kami Batak siap menyalak mengayuh kapak menolak menjual tambak kepada para tengkulak/persetan agenda otorita pariwisata/Danau Toba bukan milik negara dan pemerintah/tanah ini tak punya raja tak punya marga/tetapi milik bersama dari Oppung dan Debata... (dilanjutkan dengan reffrein emmatutu, horas!)
Pada lagu berjudul "Pemodal" liriknya lebih berani lagi. Di lagu itu bahkan ada ungkapan yang secara umum dianggap tabu. Lagu itu berisikan protes terhadap kaum pemodal yang kini menguasai Tano Batak.
Ditambahkan Suparto, album ini adalah kumpulan single "Pangalo" yang ia kerjakan sepanjang 2017. Proses kreatifnya sangat acak, benar-benar tak terkonsep sejak awal.
"Pertama aku buat beat/musiknya, kemudian terus lirik dan langsung take vokal. Setiap lagu selesai dalam satu tarikan nafas, artinya proses pembuatannya hanya satu hari saja tanpa revisi sama sekali. Kebanyakan inspirasi muncul dari pengalaman-pengalaman pribadi. Hanya saja pengalaman-pengalaman itu kubungkus dengan sentuhan filsafat dan literasi," akhirnya