Login • Lupa Password | Daftar segera dan nikmati pemasangan iklan baris secara gratis! |
Medanbisnisdaily.com - Medan. Satu lagi yang harus menjadi pertimbangan dan tidak boleh diabaikan dalam penghitungan pajak air permukaan umum (APU) PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) serta perusahaan lainnya adalah dampak kerusakan terhadap air Danau Toba akibat usaha yang mereka jalankan.
Dibanding Inalum yang menggunakan air Danau Toba yang mengalir ke Sungai Asahan untuk membangkitkan energi listrik demi keberlangsungan operasional BUMN itu, dampak buruk yang diakibatkan PT Toba Pulp Lestari (TPL) dan Aquafarm Nusantara lebih besar.
TPL (semula bernama Indorayon) merupakan produsen bubur kertas yang menjalankan usahanya di daerah tangkapan air Danau Toba. Sedangkan Aquafarm adalah perusahaan budi daya air tawar yang berusaha di permukaan air Danau Toba.
"Berdasarkan fakta tersebut kerusakan air Danau Toba lebih besar disebabkan oleh TPL dan Aquafarm dibandingkan dengan Inalum," tegas pegiat sosial sekaligus pengajar Sosiologi Pembangunan FISIP Universitas Darma Agung, Saurlin Siagian, kepada medanbisnisdaily.com, Kamis (10/1/2019).
Kepada ketiga perusahaan yang sangat tergantung pada Danau Toba dalam menjalankan usahanya itu, ujar Saurlin yang meraih gelar master dari universitas di Belanda, dampak buruk terhadap air Danau Toba harus dipertimbangkan saat menghitung pembayaran pajak air permukaan.
Menurutnya, kenaikan jumlah pajak APU yang harus dibayarkan Inalum kepada Pemprov Sumut berdasarkan Perda No 1/2011 terbilang sangat fantastis. Semula saat berstatus penanaman modal asing (PMA) yang dikendalikan 12 investor dari Jepang, Inalum hanya membayar Rp 18 miliar per tahun, sekarang menjadi Rp 500 miiar lebih.
"Jumlah itu merupakan kenaikan fantastis, lebih dari 1.000%," ungkap Saurlin.
Corporate Secretary Inalum, Ricky Gunawan, pada rapat dengar pendapat dengan Komisi A dan Komisi C DPRD Sumut beberapa hari lalu (7/1/2019) menyatakan besaran pajak APU yang wajib mereka bayar itu bisa menggerus laba bersih mereka hingga 50% lima tahun ke depan.
Oleh karenanya, dia meminta agar yang digunakan sebagai dasar pertimbangan pembayaran adalah perhitungan yang pernah dilakukan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Sumut, yakni Rp 89 miliar per tahun.
Atau Kepmen PUPR No. 568/2017 dengan perhitungan Rp 27/kWh.